Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Kompasiana ke dua

Perempuan yang suka berkawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sound of Borobudur: Inspirasi Musik dan Harmonisasi Peradaban

15 Mei 2021   23:38 Diperbarui: 16 Mei 2021   00:19 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

April 2021, sejumlah musisi Indonesia, diantaranya Dewa Budjana, dan Tri Utami menggelar Sound of Borobudur, pertunjukan musik yang menggunakan replika alat-alat musik yang dibuat berdasarkan gambaran di relief-relief di Candi Borobudur.

Dewa Budjana: "Candi borobudur itu seperti perpustakaan yang semuanya ada di sini termasuk seni'

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang hadir melihat langsung mengatakan, Sound of Borobudur sebenarnya reinventing yang dahsyat. Sejumlah musisi melakukan riset mengeksplor alat musik yang ada di relief, kemudian di replika dan dibunyikan.

Apa yang dilakukan Dewa Budjana dan kawan-kawan, sebuah tambahan catatan dari pesan di masa lalu. Bisa jadi di masa depan akan ada pesan-pesan lain yang bisa dipahami. Saya memahami keberadaan candi Borobudur sebagai jembatan komunikasi masa lalu ke masa sekarang serta masa depan. Karena apa yang tergambar pada relief-relief di candi Borobudur, sebagian besar saya pahami sebagai nilia-nilai yang sudah ada di masyarakat Indonesia dan sudah ada atau tertulis dalam masih-masing kitab suci. Dilarang membunuh, mencuri, ajakan berderma, berbagi antara yang mampu dan nggak mampu. Bayar upeti/pajak, Proses pendidikan (ajar-mengajar) kemanusiaan (hukum sebab akibat-ada konsep surga dan neraka) Ada orang berada (mampu) ada orang susah/miskin. ada pemabuk, ada pembelajar. Ada pertanian, peternakan, tambak.

Pertama kali melihat Candi Borobudur langsung saat SMP tapi cuma melihat dari kejauhan. Saat itu saya akan berlibur di rumah kerabat di Magelang. Antusias, takjub dan kagum karena melihat salah satu dari 7 keajaiban dunia. Beberapa tahun kemudian  saya datang, masuk, melihat dan menyentuh Candi Borobudur yang masih proses renovasi, sekitar tahun 1982. Tdak seantusias ketika melihat pertama kali, yang saya rasa, membosankan dan panas. Saya tidak bisa menikmati relief-relief dan stupa-stupa maupun pemandangan di sekitar karena terlalu berisik dengan suara pengunjung dan pedagang asongan. Kesan yang nggak ok banget.  Tapi saya masih tetap mendatangi candi Borobudur setiap ada kesempatan ke Yogjakarta. Kalau ditanya untuk apa, entahlah. Kebanggaan semu barangkali, bisa foto-foto.

Dirjen Kebudayaan Farid Hilmar (kiri) Staf Balai Konservasi Borobudur Yenny dan Staf Ahli komunikasi Kemenko Marves Ezki S. (Dokumen: Peter F. Momor)
Dirjen Kebudayaan Farid Hilmar (kiri) Staf Balai Konservasi Borobudur Yenny dan Staf Ahli komunikasi Kemenko Marves Ezki S. (Dokumen: Peter F. Momor)

Tak ada kata terlambat untuk belajar dan memulai sesuatu yang positif atau bermanfaat. Saya baru mencari  informasi lebih banyak tentang Candi Borobudur tahun 2021. Ketika bertemu dengan Dirjen kebudayaan Farid Hilmar di Balai Konservasi Borobudur di Yokjakarta, Maret 2021. Dalam perbincangan santai, saya menyimak serius apa yang disampaikan Pak Farid  Hilmar, bahwasannya Borobudur terancam hilang keasliannya dan keberadaannya. Kok bisa? tahun 2019  pengunjung mencapai 4,39 juta sedangkan tahun 2020 karena pandemi hanya 996.000 pengunjung.  (Sumber:) Bayangkan anak tangga yang diinjak jutaan manusia, jutaan tangan yang menyentuh dan menginjak stupa-stupa & relief-relief.

Secara umum, ancaman datang dari alam dan dari manusia. Dari alam, gempa, letusan gunung merapi, hujan/badai, dll. Dari manusia? Tahulah kita, susah sekali masyarakat itu mematuhi larangan. Dilarang menginjak-injak, dilarang menyentuh/memegang, dilarang memanjat, dilarang duduk, dilarang meludah, dilarang membuang sampah, dll, semua diabaikan. Termasuk permen karet yang ditempelkan di relief atau di stupa. Entah pelakunya iseng atau bodoh. Pak Farid juga bercerita ada stupa yang harus dipotong karena ada balita yang memasukan kepalanya dan nggak bisa ke luar. Oh ya, coret-coret juga banyak. Seolah bangga menegaskan keberadaannya di Borobudur. Si XXX di sini Jan 2021, contoh. Atau nama kelompok, nama komunitas dll. 

Edukasi dong! Nggak semudah itu Ferguso. Beri sanksi dong! Berapa petugas yang harus dikerahkan untuk mengawasi pengunjung? pakai CCTV? tetap realitasnya nggak mudah. Apa perlu Candi Borobudur di tutup dari pengunjung wisatawan? Nah loh. saya mencoba melempar ingat ke pertama kali melihat langsung candi Borobudur, antusias, takjub dan kagum. Sebatas itu saja. Kelak di kemudian hari ada rasa bangga sebagai orang Indonesia karena memiliki Borobudur. Informasi seputar Borobudur saya baca untuk menambah wawasan pengetahuan. Belum punya keinginan ikut menjaga dan melestarikan. Cuma sebatas menyebarluaskan tentang keindahan Borobudur dan ajakan untuk datang mengunjungi sebagai obyek wisata. Saya mengajak anak-anak ke Borobudur di dorong ke sadaran, mereka harus tahu, Indonesia memiliki Mahakarya Candi Borobudur. Bukan cuma sekadar tahu dari catatan buku pelajaran.

whatsapp-image-2021-05-15-at-18-09-01-609ff5ebd541df016068c0b2.jpeg
whatsapp-image-2021-05-15-at-18-09-01-609ff5ebd541df016068c0b2.jpeg
Berbeda setelah mengikuti perbincangan dengan Pak Farid Hilmar dan Tim Balai Konservasi Borobudur. Ada banyak hal besar di Borobudur yang harus dijaga agar pesan ilmu pengetahuannya bisa sampai pada anak cucu di masa depan.  Perlukah Candi Borobudur ditutup dari kunjungan wisatawan?  Bisa jadi harus dilakukan demi menjaga keutuhan dan keaslian. Toh datang ke Candi Borobudur kalau cuma untuk lihat, bisa lihat dari jauh. Mau foto, sudah ada spot foto berlatar Borobudur yang cantik. Jadi nggak perlu masuk dan naik-naik ke bangunan candi. Hal semacam ini bisa dialihkan, jika disekitaran candi dibuat pertunjukan atau target wisata lain. 

Bisa jadi karena keterbatasan kita sebagai manusia dan keterbatasan teknologi, banyak pesan yang belum terbaca. 

Sound of Borobudur, misalnya. Dewa Budjana dan kawan-kawan sudah meneliti  berbagai alat musik dan membuat replikanya  dari 5 tahun lalu.   April 2021, replika alat musik itu bisa dibunyikan/dimainkan kem bali  dengan harmonisasi standar sekarang. Karena harmonisasi jaman dulu nggak bisa direka ulang. Alat-alat musik itu tergambar pada relief-relief di candi Borobudur. Ada lebih dari 200 alat musik yang tergambar  pada Relief di kaki candi Borobudur yang tertutup.  

Inikan menarik, karena alat musik yang tergambar ada relief-relief di kaki Candi Borobudur bukan hanya ada di seluruh daeran di Indonesia tapi juga ada di negara-negara lain.  Musik memang lekat dengan penghiburan tapi pada beberapa kebudayaan, kedukaanpun diiringi dengan musik. Ada dua kelompok pertanyaan besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun