Oleh Elisabet Riski Titasari
/s e b a g i a n  t e k s  h i l a n g/
Rindu menyantap semangkuk sup ayam,
sambil memandang hujan di balik jendela,
saling menggenggam ketika dingin menghampiri,
dan berpeluk mesra.
Oh...tiadakah dapat terulang?
Duhai kekasih, hatiku bagai padang kering,
tandus tiada berbunga,
pun pepohonan meranggas tiada tersisa.
Aksara ini mewaliki rindu yang menggebu,
tiada terbendung meski waktu enggan memberi restu. -Madaharsa-
Surat yang kuterima setahun yang lalu,
masih tersimpan rapat di dompet biru,
yang kau belikan di pasar minggu.
Katamu rindu menggerogoti kalbu,
sampai timbul candu,
yang menggerutu.
Tanjung Mas menyimpan cerita,
kala kurapikan kerah kemeja,
dan memasangkan dasi jingga.
Sambil berbisik kau katakan,
segera pulang dan kembali dalam pelukan,
manis kecupan tertancap diingatan.
Kau selipkan secarik kertas,
dengan kata manis yang terus membekas,
penantian segeralah lekas.
(24/10/20)
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!