Mohon tunggu...
Elisa Triwiyatsih
Elisa Triwiyatsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Entusiast || Alumni Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta

Saya sangat menyukai bidang pendidikan dan menulis. Saya memiliki beberapa buku yang telah diterbitkan oleh beberapa penerbit, salah satunya Novel berjudul SMK (Sekolah Menengah Kejombloan) yang diterbitkan oleh Guepedia. Selain itu, saya juga senang membuat konten-konten edukasi di media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Joki Tugas Kuliah, Sistem Pembangun/Perusak Bangsa?

14 Maret 2023   19:48 Diperbarui: 14 Maret 2023   20:04 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa sih yang masih asing dengan Joki di dunia pendidikan, terlebih di kuliah? Kalau menurut KBBI, Joki adalah orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan penyamaran sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan uang sebagai imbalan yang mereka terima. Joki di dunia perkuliahan tak hanya pada ujian saja, namun juga pada tugas-tugas kuliah, yang saat ini sudah menjadi rahasia publik. Bahkan, tak jarang mahasiswa yang menganggap hal itu wajar dan membanggakan, baik bagi pelaku maupun penyedia jasa joki. Jika joki terus dianggap wajar, bahkan membanggakan, lantas apa sebenarnya esensi pendidikan? Apakah pendidikan hanya sebuah upaya merebut gelar di atas kertas? Atau hanya formalitas semata agar disebut sebagai orang yang memiliki intelektualitas?

Faktanya, saat ini jasa joki masih banyak diminati mahasiswa. Hal itu dapat kita lihat dari banyaknya penyedia jasa joki, baik offline seperti orang-orang di sekitar kita maupun di dunia online. Jika ingin mengetahui seberapa marak jasa joki tugas kuliah, silakan ketik di Google "Jasa Joki Tugas Kuliah", maka berbagai platform pun akan muncul di sana. Penyedia jasa joki tersebut dapat kita temui di berbagai platform, bahkan di market place pun dapat kita jumpai dan rentang harga yang ditawarkan pun relatif terjangkau. Hal itu tentu semakin mempermudah mahasiswa untuk membeli jasa joki tersebut. Lantas, sebenarnya apa yang menjadi akar permasalahan maraknya joki tugas kuliah tersebut dan apa saja dampak negatif dalam jangka panjang?

Sebab maraknya jasa joki di dunia pendidikan, setidaknya ada dua hal yaitu:

1. Sistem Kapitalis

Meskipun Indonesia bukan negara kapitalis, namun tak dapat kita pungkiri bahwa sistem kapitalis begitu terasa di negeri ini. Jika kita coba telaah lagi sistem kapitalis yaitu suatu sistem ekonomi yang memberikan kebebasan secara penuh kepada semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam memperoleh keuntungan. Dari definisnya saja dapat kita ketahui bahwa memang tujuan utamanya yaitu keuntungan. Maka, tak heran jika saat ini banyak jasa-jasa yang mengesampingkan moral dan tujuan utamanya keuntungan, terlebih keuntungan finansial.

Dari fenomena maraknya jasa joki, dapat kita ketahui bahwa motif mereka untuk meraup keuntungan tanpa mempertimbangkan lagi dampak dari kegiatan tersebut. Bahkan, hal ini seakan bukan menjadi ancaman bagi negara yang alhasil saat ini jasa joki justru semakin menjamur. Hal yang tak kalah untuk disayangkan ialah pada umumnya penyedia jasa joki ialah orang-orang yang memiliki intelektual cukup tinggi. Coba kita lihat di sekitar kita, siapa saja yang menawarkan jasa joki, apakah mereka mahasiswa biasa-biasa saja atau justru mahasiswa yang dianggap pintar di kelas atau di kampus?

Hal tersebut sangat disayangkan karena seharusnya mereka memanfaatkan kemampuan dan ilmunya di jalan yang benar dan menebar manfaat yang luas. Namun, karena di negeri ini sendiri masih belum ada sistem yang secara tegas melarang kegiatan tersebut, maka tak heran apabila jasa joki tugas kuliah terus menjamur dan tentu masih banyak peminatnya.

2. Minimnya Pendidikan Karakter

Salah satu indikator minimnya pendidikan karakter di negeri ini yaitu dapat kita lihat dari fenomena kurangnya etika generasi milenial dan Z saat ini. Berdasarkan laporan penelitian dari Microsoft yang berjudul "Digital Civility Index" (DCI) memaparkan bahwa Indonesia pada tahun 2020 berada di peringkat ke-29 dari 32 negara, dan peringkat itu merupakan yang paling bawah di Asia Tenggara. Dalam penelitian tersebut meningkatnya skor DCI atau menurunnya peringkat Indonesia didominasi oleh generasi milenial, kemudian generasi Z. Hal itu membuktikan bahwa memang saat ini generasi muda Indonesia masih didominasi oleh generasi yang kurang memiliki karakter baik.

Padahal jika kita kembali pada definisi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, poin utamanya yaitu pendidikan karakter. Ki Hajar Dewantara memaparkan bahwa pendidikan ialah upaya untuk memajukan pertumbuhan pendidikan budi pekerti (kekuatan karakter dan batin), pikiran, dan tubuh anak (Kompas, 2022). Minimnya pendidikan karakter dapat berdampak luas, salah satunya yaitu degradasi etika seperti yang telah dipaparkan dalam hasil penelitian Microsoft di atas. Lantas, minimnya pendidikan karakter dan adanya degradasi etika salah siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun