Mohon tunggu...
Elin Wahyuni
Elin Wahyuni Mohon Tunggu... Freelancer - 20 Years Old

I'm a dreamer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pandora Bumi Melayu (Kota Tua di Pesisir Batanghari)

3 Desember 2019   08:57 Diperbarui: 3 Desember 2019   09:00 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cobalah mengintip lagi ke belakang, lebih dalam, ke dalam kotak hitam berdebu di sudut negeri. Kelam dan dingin, tapi tahukah kau betapa antik harta yang ada di dalamnya? Banyak hal yang terlupakan. Banyak kisah yang layak dikenang, meski bayangan kelam menudunginya berabad-abad. 

Beberapa orang mungkin familiar dengan nama Batanghari, entah itu merujuk ke sungai ataupun kotanya. Sayangnya, juga ada orang yang tak mengetahui nama agung tersebut, padahal telah beranak pinak di Jambi. Namun itu menjadi suatu kewajaran jika mereka berasal dari Provinsi lain. 

Jadi, begini. Muara Tembesi itu dulu adalah kota yang terpelosok, sampai kini pun ternyata masih dianggap terpelosok. Tapi perlu dunia tahu bahwa ada harta karun yang dulu pernah menghiasi sejarah. Dari arah kota Jambi menuju Bungo, kamu akan melewati Kecamatan Muara Tembesi. Di Jln. Lintas Tengah Sumatera-nya, akan ada simpang tiga yang tikungannya cukup tajam. Beloklah ke kiri, telusuri jalannya yang lumayan rusak. Pertama-tama kamu akan melihat sebuah lapangan sepak bola -yang kalau siang dijadikan restoran buat sapi- yang berlatarkan sungai Batanghari yang terlihat dari jauh. Nah, selamat datang di Kelurahan Pasar Muara Tembesi, tempat yang dulunya mejadi pusat pemerintahan Belanda di Jambi.

Kala itu, Muara Tembesi dijadikan Kotamadya atau dalam bahasa Belanda disebut Gementee. Belanda memusatkan kekuasaan mereka disana pada tahun 1917 dengan alasan bahwa lokasinya yang strategis di pesisir sungai Batanghari. Dahulu, sungai adalah jalur transportasi dan perdagangan yang aktif, di tambah lagi Batanghari memiliki muara-muara yang menghubungkannya ke Sumatera Barat dan daerah lainnya. Selain itu, lokasi tersebut dekat dengan sumber perekonomian seperti sawah, kebun, serta  tambang emas dan pasir. 

Adapun macam-macam bangunan yang didirikan oleh Pemerintah Belanda untuk menghiasi kota tersebut yaitu antara lain seperti Kantor Pos, Balai Kota, Gudang Senjata, Benteng Militer, Penjara, Rumah Sakit, Perumahan, bahkan Bioskop dan Pasar. Semua bangunan tersebut memiliki sentuhan gaya eropa atau biasa disebut dengan Indische Empire. 

Kedatangan bangsa Jepang pada tahun 1942 mengakhiri pemerintahan Belanda serta mengawali keterbengkalaian kota. Mereka menguasai Muara Tembesi hanya selama tiga tahun, namun banyak bangunan yang rusak karena tidak dirawat dan digunakan sembarangan oleh mereka. Alhasil, yang tersisa kini hanyalah bangunan-bangunan tua usang yang sebagian telah menjadi puing. Contohnya Benteng Militer Belanda yang setelah kemerdekaan pernah menjadi asrama Tentara Keamanan Rakyat, kini, tak ubahnya bangunan yang seperti habis terbakar. Bangunan lain yang juga terbengkalai adalah penjara, bioskop, dan bahkan kantor pos yang dulunya merupakan tempat Presidon Soeharto menginap pada tahun 1949, serta sebuah rumah panggung yang dulu dijadikan tempat menginap Wakil Presiden RI yang pertama, yaitu Mohammad Hatta.

Selain bangunan-bangunan Belanda, disana juga ada sebuah tugu berbentuk bambu yang menjadi simbol kedaulatan di Muara Tembesi. Lokasi tugu tersebut sudah tiga kali mengalami pemindahan, hingga akhirnya kini berada di depan Kantor Pos. Hanya tugu itulah yang tampak paling kokoh, meski warna kuningnya mulai memudar dengan ilalang liar mengelilingi paviliunnya. 

Seiring berjalannya waktu, beberapa bangunan mulai ditempati oleh warga setempat maupun pendatang dari Jawa. Seperti perumahan di sekitaran Benter Militer yang menjadi rumah tinggal non-permanen dan bioskop yang dimanfaatkan sebagai lapangan badminton. Perlu diketahui bahwa bioskop tersebut sangat jauh berbeda kondisinya dengan bioskop pada umumnya. Seperti yang kita ketahui bahwa dulu orang menonton film dengan layar tancap.

Nah, jadi, ruangan di bioskop tersebut lebih mirip seperti audiorium besar dimana ada satu sisi tembok yang luas dan kosong untuk dijadikan tempat penancapan layar film. Kemudian ada penjara yang sebagian bangunannya telah dijadikan tempat tinggal dan pangkalan minyak oleh warga. Dan yang paling ramai dan terkenal adalah Pasar Los yang kini telah dipugar. Karena itulah tempat itu kemudian dinamakan Kelurahan Pasar Muara Tembesi.

Hampir terlupakan, atau mungkin sudah tak dipedulikan. Kota tua berarsitektur belanda itu tak pernah tersentuh wisatawan, Di kala suasana kota masih indah, tak ada yang ingin mengubahnya menjadi lebih baik. Kini, yang ada hanyalah suasana kota biasa dengan bangunan-bangunan penting yang sudah mulai diubah. Perlu diketahui bahwa dulu Pasar Muara Tembesi dijadikan pusat prtahan dan kegiatan administrasi peerintahan. Meski tak tercatat di dalam buku sejarah sekolah, namun semua itu terbukti secara fisik. Kini apa? Jejak historis disana hanya tinggal menunggu waktu untuk punah. Kembali ke dalam pandora tua, lalu terkubur oleh zaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun