Mohon tunggu...
Elina A. Kharisma
Elina A. Kharisma Mohon Tunggu... Guru - Berbagi hal baik dengan menulis

Seorang kutu buku dan penikmat musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Juga Berpikir, Ini Buktinya

21 April 2017   07:19 Diperbarui: 21 April 2017   16:00 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Anak-anak itu lugu dan polos. Begitulah kata kebanyakan orang. Saya setuju kalau kadang-kadang tingkah polah dan perkataan anak-anak kerap kali mengundang tawa. Namun, ada kalanya saya terkesima mendengar komentar dan kewalahan menjawab pertanyaan mereka. Berikut adalah komentar dan pertanyaan yang mengesankan dari anak didik saya:

1. Seperti biasa, saya menjelaskan kepada anak-anak tentang tugas yang harus mereka lakukan. Lalu, ada seorang murid yang bertanya, "Ibu, what's the point of doing this?" Wow! Ini pertanyaan yang luar biasa karena selama saya mengajar, baru kali itu mendapat pertanyaan yang menjadi inti pembelajaran. Kejadian ini mengingatkan saya bahwa setiap kegiatan di kelas harus jelas tujuannya serta perlu diberitahukan kepada anak-anak.

2. Saat kegiatan simulasi pemilihan umum (pemilu) di kelas 6, ada seorang anak yang bertanya kepada calon presiden dan wakilnya yang sedang debat dalam rangka kampanye, "Bagaimana cara bikin Indonesia bersih?" Dan jawaban murid saya yang akan mencalonkan diri menjadi RI 1 adalah "Saya mau bayar tukang sampah dengan uang yang banyak. Kalau ada yang buang sampah sembarangan, orang itu dihukum berat atau suruh bayar." Ada juga yang bertanya, "Bagaimana caranya biar Indonesia jadi nggak ada narkoba?". Lagi-lagi, jawabannya cukup mengagetkan..  " Di bandara sama di kapal diperiksa bener-bener. Orang yang bawa narkoba langsung dihukum mati." Andai saja memimpin negara sesederhana yang anak-anak katakan, pasti akan jadi negara yang sempurna.

3. Tidak jarang saya mendapat pertanyaan yang cukup rumit untuk dijelaskan. Misalnya:

a. "Ibu, mengapa Pak Soeharto bisa lama banget jadi presiden? Kata Mamiku, Pak Soeharto is powerful. Dia baik nggak?"

b. "Yang nggak kepilih jadi presiden berarti he is a bad guy, ya, Bu?"

c. "Ibu, kalau aku bilang sesuatu tapi bercanda. Like I said that there is a test, then I said that it's just a joke. Itu dosa nggak? Itu termasuk bohong nggak?"

d. Setelah saya ajarkan lagu "Sayang Semua" yang lirik awalnya dimulai dengan kalimat "Satu-satu aku sayang Ibu", ada satu anak yang berkata, "Ibu, itu lagunya salah." Sebelum saya sempat menjawab, anak itu melanjutkan, "Kenapa nggak satu aku sayang Tuhan?" 

4. Setelah dibacakan buku tentang gadis cilik yang berharap punya kucing, anak-anak saya beri pertanyaan tentang hal yang mereka harapkan. Saya pikir, pasti mereka ingin punya mainan baru atau liburan ke tempat wisata yang populer. Akan tetapi kebanyakan jawaban yang mereka berikan cukup mengagumkan seperti, "Aku mau omaku sembuh"  Ada juga yang menjawab  "Aku mau papa sama mamaku together." Jawaban ini menggetarkan hati saya karena orangtua anak tersebut berpisah beberapa tahun yang lalu. Ternyata anak-anak memikirkan orang lain juga. Mengesankan!

Nah, salah satu keistimewaan guru adalah bisa menyaksikan cara berpikir anak-anak yang ajaib. Bagi saya, ini adalah latihan mendengarkan dan membahasakan hal yang saya tahu dengan cara yang sederhana agar mereka mengerti. Apapun tanggapan dan pertanyaannya, anak-anak perlu didengar dan ditanggapi dengan cara yang bijaksana. Kalau tidak yakin dengan jawabannya, lebih baik dijawab di kesempatan lain daripada memaksakan diri untuk menjawab. Karena guru bukanlah orang yang maha tahu ataupun sok tahu. Jadi, tidak ada salahnya mengakui kalau gurupun perlu mencari informasi agar yang disampaikan benar adanya.

Apakah Anda pernah mengalami hal yang serupa?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun