Mohon tunggu...
Elina A. Kharisma
Elina A. Kharisma Mohon Tunggu... Guru - Berbagi hal baik dengan menulis

Seorang kutu buku dan penikmat musik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mentalitas Inlander dalam Dunia Pendidikan

9 April 2022   16:46 Diperbarui: 10 April 2022   11:10 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah artikel media online yang memaparkan pernyataan Presiden Jokowi tentang mentalitas inlader atau mental terjajah yang masih lekat pada masyarakat Indonesia. Hal ini disampaikan dalam sambutannya tahun lalu ketika menghadiri HUT salah satu partai. Keprihatinan Kepala Negara kita ini tentu dapat dipahami karena mempengaruhi mentalitas masyarakat Indonesia, baik generasi tua maupun generasi muda. Mental inlander, yang menurut Presiden diturunkan dari penjajahan yang terjadi dalam waktu yang lama, membuat masyarakat Indonesia mengganggap dirinya inferior. Bangsa asing, terutama orang kulit putih atau bule yang hadir di tengah-tengah masyarakat selalu steal the spotlight bahkan seringkali ada yang menunjukkan respon yang berlebihan. Tidak hanya itu, mentalitas inferior itu juga berdampak pada ruang lingkup yang lain termasuk pada dalam dunia pendidikan.

Institusi pendidikan yang mempekerjakan warga negara asing (WNA) yang berkulit putih terlihat lebih mentereng di mata masyarakat dan seringkali ditampilkan dalam banner-banner promosi untuk menarik konsumen. Hal ini terjadi salah satunya karena masih banyak yang berangggapan bahwa pengajar dan tenaga pendidik (tendik) bule selalu lebih baik daripada yang berkewarganegaraan Indonesia. Padahal saat ini sudah menjamur tenaga pendidik dan pengajar lokal yang mumpuni karena berpendidikan tinggi, berpengalaman, terampil, tamatan universitas bergengsi baik dalam maupun luar negeri, dan berkarakter terpuji. Namun tetap saja acap kali guru dan tendik bule dianggap lebih superior dibandingkan dengan yang WNI. Mentalitas seperti ini dapat mempengaruhi sikap yang ditunjukkan kepada para guru dan tendik lokal. Di sisi lain, guru dan tendik lokal dapat mengalami krisis kepercayaan diri atau merasa rendah diri akibat adanya anggapan tersebut.

Selain itu, pelajaran Bahasa Indonesia dan kegiatan yang berhubungan dengan Indonesia juga sering kali berada pada posisi kesekian setelah bahasa dan budaya asing. Para siswa fasih berbahasa asing tetapi enggan belajar bahasa Indonesia. Mereka juga familiar dengan hari Valentine bahkan Halloween tapi tidak tahu Hari Pahlawan atau Hari Sumpah Pemuda. Padahal tuntutan zaman untuk menguasai bahasa asing seharusnya tidak menyurutkan semangat mengutamakan bahasa ibu. Meskipun tidak digunakan secara global seperti Bahasa Inggris, bukan berarti bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbelakang. Walaupun budaya Indonesia tidak seterkenal K-Pop, bukan berarti budaya Indonesia buruk. Justru budaya Indonesia sangat beragam dan mengusung nilai-nilai mulia yang patut dibanggakan.

Tidak tepat rasanya jika men-generalisasi semua institusi pendidikan. Namun, tidak dapat kita pungkiri bahwa mentalitas inlander juga dapat dilihat pada dunia pendidikan. Tentunya banyak pihak harus bersinergi untuk memperbaiki mentalitas tersebut baik pihak sekolah maupun orang tua terutama agar para siswa tidak memiliki mentalitas inferior. Tidak ada salahnya mempekerjakan,  mengagumi dan mempelajari budaya asing dan bergaul dengan orang bule termasuk pada institusi pendidikan. Namun, sikap yang berlebihan, memandang rendah baik bahasa, budaya, diri sendiri maupun orang lain hanya karena lokal atau luar negeri harus kita hindari.

Bagi para orang tua dan guru, sudah semestinya mereka menjadi teladan bagi para siswa dengan berpikiran terbuka yang siap mempelajari budaya asing tanpa harus mengagung-agungkannya lalu menjelekkan dan mengganggap rendah diri atau negeri sendiri. Selain itu, pihak sekolah juga memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang memupuk sikap bangga terhadap diri dan negeri sendiri dan mengikis mentalitas inferior. Jadi, tepatlah yang disampaikan Presiden Jokowi agar kita jangan sampai memelihara mentalitas inlader. Pastinya hal ini berlaku juga dalam dunia pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun