Mohon tunggu...
Eli Halimah
Eli Halimah Mohon Tunggu... Guru - open minded

guru

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Selepas Magrib Sebelum Isya

11 Juni 2021   09:48 Diperbarui: 11 Juni 2021   09:57 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
By Elhalima

Selepas Magrib sebelum Isya, aku kembali menyemai puisi paling emosi untuk kubakar di atas tungku bernama arogansi. Kayunya kupunguti dari hatimu yang penuh semak berduri. Yang pandai menyenandungkan syair bernada nyinyir. Menyeduhnya bersama gula-gula berbahan dengki dan iri hati.Selepas Magrib sebelum Isya, kaubawa pulang sekeranjang cerita, seperti cenayang meramu mantra. Mulut berkomat-kamit, lalu menyemburlah fitnah tanpa pamit. Lengkung di bibir membentuk senyum, laksana kandidat menang dalam presidium.Selepas Magrib sebelum Isya, semua dendam tumpah ruah. Berserak di atas kemiskinan dan ketakutan. Kau menari di atas jilatan kaum tak bernyali. Menengadah muka penuh tipu daya. Demi segelintir dunia yang fatamorgana.
Selepas Magrib sebelum Isya, aku berkhalwat bersama bintang. Mencari bayangmu dalam rimbunnya bimbang. Kamu takakan pernah tahu, bahwa petang selalu kurindu. Agar aku bisa mengirimmu segenggan doa. Mengubah semua dusta menjadi cinta.

Cilegon, 03062021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun