Aku mengaduk kopi perlahan. Kepulan kecil menguap. Kuhirup wanginya yang tidak terlalu menyengat. Aku menyesapnya sedikit. Masih teramat panas, pikirku.
Aku duduk di bawah pohon Ek yang rindang. Tenda kecil telah terpasang sempurna di sampingnya. Warna orange dan biru, terlihat sangat kontras dengan warna alam yang didominasi hijau. Entah sudah berapa lama benda itu tak kupakai. Alhamdulillaah kondisinya masih sangat baik.
Aku mengedarkan mata ke seluruh penjuru arah. Ah! Tempat ini sungguh sempurna. Rimbun pepohonan, aliran kecil sungai yang airnya terdengar menggemericik, danau mungil yang tertutup rindang rumput liar, garis sinar mentari yang menembus di sela-sela pepohonan, dan sejuknya angin yang menyelimuti semuanya. Seperti bed cover lembut yang akan mendamaikan penggunanya.
Beberapa batang pohon yang entah sudah berapa lama tumbang, Nampak telah menyatu dengan tanaman lain. Menjadi rumah bagi beberapa jenis serangga. Tak ada perebutan kekuasaan. Semua berdamai dengan jatah masing-masing. Tak seperti manusia, pikirnya. Saling rebut, saling sikut, tak pernah puas dengan bagian yang telah ditetapkan Tuhan.
Ketenangan hati yang sedari tadi aku rasa, sedikit terusik dengan bayangan 'tingkah polah kerakusan manusia'. Karena itu semualah, aku berada di sini.
Penat dengan segala hal ihwal keduniawian. Tugas yang melimpah. Tuntutan silih berganti berdatangan. Semua merasa harus diprioritaskan. Otak rasa berputar. Mencari solusi untuk setiap masalah yang muncul.
Aku butuh menenangkan diri. Mendekati Rabb-ku. Menghamba pada-Nya, dan memfokuskan diriku pada kebesaran-Nya. Tanpa godaan dunia yang kian merajalela.
Keluar dari serbuan kewajiban dunia. Menenangkan hati, rasa, jiwa, dan mental sesaat, agar tetap terjaga kewarasannya. Ah! Terlalu lama aku membuang waktu yang teramat berharga di sini. Aku tak ingin membuang waktu barang satu detik pun. Cukup rasakan dan nikmati semua nikmat Tuhan yang terhidang gratis di depan mata.
Menyendiri dalam buaian alam. Tak ada teman. Hanya pohon, sungai, danau, bunga, dan rumput liar. Duniaku teramat damai. Tak seorang pun yang bisa mengganggu. Aku bebas melakukan apa pun yang kumau.
Kusesap lagi kopi yang sedari tadi aku acuhkan. Hah! Rasanya seperti berkeliaran di tulang-tulangku. Menyusuri setiap sel di tubuhku.
Kruyuk...kruyuk! Suara lirih itu keluar dari perutku. Suara minor, tetapi terdengar mayor dalam situasi alam yang amat tenang ini. Aku baru sadar, dari pagi tadi aku baru memanjakan diri dengan segelas 'hot chocolate'. Aku melirik arloji yang menempel di tangan kiriku. Tepat pukul 11. Â Pantas saja, pikirku.
Aku mengambil ransel berwarna peach dengan list merah di seputarannya. Perpaduan yang aneh, bukan? Ah, entahlah. Apa yang ada dalam otakku saat aku memilih tas ini. Aku tersenyum sendiri menyadari betapa anehnya selera fashionku.