Mohon tunggu...
elfina anzella
elfina anzella Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nonton drakor

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Save Raja Ampat: Ketika Surga Alam Terancam oleh Tambang Nikel

6 Juni 2025   18:32 Diperbarui: 6 Juni 2025   18:32 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raja Ampat, gugusan surga tropis di ujung timur Indonesia, selama ini dikenal dunia sebagai permata wisata bahari yang luar biasa indah. Keanekaragaman hayati lautnya menjadikannya salah satu ekosistem laut terkaya di muka bumi. Terumbu karang warna-warni, ikan-ikan eksotik, dan hutan lebat yang menyelimuti pulau-pulaunya menjadikan Raja Ampat sebagai destinasi impian bagi para pelancong, peneliti, dan pecinta alam. Namun kini, keindahan itu sedang berada di ujung tanduk---sebagian wilayah Raja Ampat mulai "diambil alih" oleh industri pertambangan nikel.

Pertanyaannya: Mengapa surga ini dijadikan lokasi tambang? Tidakkah cukup hutan Kalimantan dan Sumatera dihancurkan oleh tambang batu bara?

Ketika Ekonomi Merusak Ekologi

Ironis sekali, saat dunia mulai beralih ke energi hijau dan mendambakan keberlanjutan, Indonesia justru tergoda dengan potensi ekonomi dari nikel---bahan utama baterai kendaraan listrik. Pemerintah berlomba-lomba membuka izin tambang demi menyuplai pasar global, tanpa mempertimbangkan secara serius kerusakan ekologis yang mengintai. Sayangnya, Raja Ampat kini tidak luput dari incaran.

Padahal, ekosistem Raja Ampat bukan hanya penting untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia. Hutan-hutan di sana berfungsi sebagai penyerap karbon, habitat satwa endemik, dan pelindung garis pantai dari abrasi. Di lautan, sistem karangnya menyaring air, menjadi tempat hidup spesies langka, dan mendukung mata pencaharian ribuan nelayan lokal.

Di Mana Pola Pikir Mereka?

Pertambangan nikel di wilayah wisata seperti Raja Ampat menunjukkan cara pandang yang pendek, bahkan bisa dibilang kacau. Alih-alih menjaga potensi wisata jangka panjang yang berkelanjutan, mereka justru memilih eksploitasi cepat dengan dampak jangka panjang yang merusak. Pola pikir seperti ini adalah warisan dari mentalitas kolonial: eksploitasi sumber daya tanpa memikirkan generasi mendatang.

Apakah nilai sebuah ton nikel lebih tinggi dari nilai kelestarian alam? Apakah pembangunan harus selalu berarti "menggali" dan "menambang"?

Mengapa Ini Bisa Terjadi?

Ada beberapa alasan mengapa kejadian ini terus berulang:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun