Tengah malam perempuan tua itu mendusin. Perutnya merasa lapar.
Ya. Sepulang dari cek kesehatan sore tadi, ia mengabaikan sebungkus nasi yang dibelinya dari warteg pinggir jalan. Ia memilih istirahat dan tidur lebih cepat.
Bunyi riuh diselingi benda-benda jatuh membuatnya gegas beranjak dari tempat tidur. Tanpa alas kaki ia menyeret langkah menuju ruang makan. Ia terperangah saat mendapati kertas pembungkus nasi sudah compang-camping dan isinya berhamburan di atas lantai.
"Hhh...dasar tikus-tikus nakal! Apa sih yang tidak kalian makan?" Ia mengomel seraya membungkukkan badan. Matanya yang mulai rabun tertuju ke kolong meja. Berharap menemukan para pencuri kecil yang akhir-akhir ini sering beraksi di dalam rumahnya.
"Awas, ya! Kalau sampai kutemukan, kupukul pantat kalian satu per satu!"
Perempuan tua itu lalu mengumpulkan sisa makanan yang tercecer, memasukkannya ke dalam kresek hitam sembari terus meracau, memarahi tikus-tikus yang tak lagi berani menampakkan diri.
Kecuali seekor tikus kecil berbulu putih. Tikus itu nekat mengintip dari balik lemari pakaian yang salah satu kaki penyangganya mulai lapuk. Moncongnya hilang timbul. Mengendus aroma gurih remah makanan yang luput dari jangkauan perempuan tua itu.
Tikus kecil itu meringkuk di dekat lemari cukup lama. Menunggu perempuan tua itu beranjak meninggalkan meja makan. Tapi sepertinya perempuan tua itu sedang menyeduh secangkir kopi untuk meredakan kekesalan hatinya.
Dan, bau harum kopi yang menyengat membuat tikus kecil di dekat lemari itu terbatuk-batuk.
"Ciiiit, ciiiit..."
Bunyi batuk khas kaum tikus itu mengagetkan perempuan tua yang baru saja hendak menyeruput kopi. Cangkir di tangannya sontak terlepas, jatuh terguling di atas meja. Isinya tumpah merembes ke mana-mana.