Aku pernah bercerita kepada senja. Tentang lelaki berbahaya. Yang tatap matanya bak sabetan pedang. Dan senyumnya adalah candu yang amat mematikan.
Aku juga pernah bercerita kepada angin. Tentang lelaki berbahaya yang singgah di musim dingin. Ia tidak saja pandai menghangatkan hati. Tapi juga lihai memporakporandakan rasa dengan hanya satu frasa bermajas; cinta.
Namun, di suatu senja di musim dingin kesekian. Aku kehilangan jejak lelaki berbahaya. Kucari ia di setiap sudut rumah. Di dapur, di lubang sumur, di kolong tempat tidur.
Ah, kiranya. Lelaki berbahaya tengah berhibernasi. Di antara setumpukan buku-buku tua. Yang selama ini terbiar lusuh tiada sempat aku baca.
***
Malang, 29 Desember 2022
Lilik Fatimah Azzahra
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!