Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tumbal Pengganti

18 November 2022   13:41 Diperbarui: 18 November 2022   14:32 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image https://www.peakpx.co

Sebelum matahari muncul di ufuk timur, Panut sudah bersiap-siap untuk pergi. Dengan hanya melilitkan sarung di pinggang, dibiarkan badannya yang kurus bertelanjang dada. Rambut gondrongnya yang bergelombang diikat dengan karet gelang membentuk cepol kecil.

Sekilas penampilan Panut mirip para Mpu di masa lalu.

Panut adalah anak semata wayang Yu Darsih. Janda setengah umur yang tinggal di seberang sungai. Ayahnya meninggal ketika ia masih bayi. Dan, demi menyambung hidup Panut membantu Ki Suki --- seorang tetua desa mengelola sebuah situs petirtaan yang baru beberapa tahun diketemukan.

Panut mendapat mandat menjaga pintu gerbang situs yang tersembunyi di bawah rerimbunan pohon bambu itu. Sementara Ki Suki bertugas menjadi juru kunci, mengawal para tamu yang datang berkunjung.

Pagi itu di Ahad Kliwon.

Beberapa pengunjung sudah berlalu lalang di sekitar area petirtaan. Panut juga sudah berdiri tidak jauh dari pembatas pintu gerbang. Ia mulai meniup serulingnya. Satu kebiasaan yang selalu ia lakukan setiap kali menjalankan tugas.

Sementara Lestari, seorang mahasiswi jurusan Arkeologi, pagi itu datang bersama rombongan teman kampus siap melakukan penelitian. Saat tiba di depan gerbang, Lestari menghentikan langkah. Ia merasa terkagum-kagum begitu melihat penampilan Panut.

Bukan hanya itu. Lestari juga terhipnotis oleh suara seruling yang ditiup mendayu-dayu. Membuatnya seolah terlempar kembali ke masa kecil.

Lebih dari lima menit Lestari bergeming. Berdiri diam menikmati suasana damai yang disuguhkan alam sekitar. Dan, Panut sama sekali tidak menyadari itu. Pemuda itu terus saja meniup serulingnya tanpa terganggu sedikit pun.

Merasa puas memanjakan telinga, Lestari memutuskan untuk mengayun langkah menyusul teman-temannya masuk ke area petirtaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun