Hm. Narcissus. Siapa yang tidak mengenal dia? Dewa tertampan yang pernah ada di muka bumi Yunani.
"Oh, wajah ini. Alangkah indahnya. Alangkah eloknya!" Lagi. Narcissus berseru penuh kekaguman.
"Sedang memuji siapakah dia?" Aku membatin. Rasa penasaran membawa kakiku perlahan melangkah mendekati Dewa muda yang tengah duduk di tepi sungai itu.
"Wahai pemilik wajah rupawan. Perkenankan diri ini mempersembahkan cinta paling indah untukmu!"Â Narcissus, ia bicara entah dengan siapa. Wajahnya berseri-seri tertuju ke arah permukaan air sungai.
Narcissus. Apakah ia sedang jatuh cinta? Tapi jatuh cinta kepada siapa? Mengapa aku tidak melihat seorang pun bersamanya?
"Hei! Kamu mengintipku, ya!" Tiba-tiba Narcissus memalingkan wajah ke arahku. Membuatku terkejut bercampur gugup.
"Hei! Kamu mengintipku, ya!" Suaraku menggema lantang menirukan teguran Narcissus. Sunguh. Itu di luar kendaliku.Â
Kiranya kutukan Dewi Hera masih berlaku untukku.
Narcissus memicingkan mata. Ia terlihat mulai murka. Dan, itu membuatku mundur beberapa langkah.
Kupikir tidak ada cara terbaik untuk menyelamatkan diri dari rasa malu ini kecuali berlari masuk kembali ke dalam hutan.
Ya. Aku harus melakukannya. Aku harus pergi meninggalkan Narcissus.