Aku Echo. Peri hutan yang dikutuk oleh Dewi Hera karena sebuah kesalahan.Â
Hanya kesalahan kecil, menurutku. Tapi tidak bagi Hera. Melindungi perselingkuhan Dewa Zeus---suaminya dengan teman baikku adalah kesalahan fatal yang tidak terampunkan. Hera merasa pantas menghukumku. Maka diambilnya suara merduku. Dijadikannya aku peri hutan yang gagu.
"Kamu hanya bisa mengulangi perkataan orang yang mengajakmu bicara." Hera berkata tegas.
Baiklah. Kuterima hukuman itu dengan pasrah. Tapi aku percaya suatu hari nanti Hera akan berubah pikiran. Ia pasti berbaik hati mengembalikan suaraku lagi.
***
Suatu pagi di bulan kesekian. Aku berjalan-jalan sendirian mengitari tepi hutan. Kabut tipis sisa perhelatan tadi malam masih menggelayut turun, membuatku sesekali berhenti di balik rerimbun bunga perdu.
Tak kulihat satu makhluk pun berkeliaran. Tidak juga satwa-satwa. Mungkin, mereka tengah melakukan hibernasi.
Tak terkecuali teman-temanku---para peri, mereka tampaknya lebih memilih bermalas-malasan di balik selimut tebal yang terbuat dari pintalan bulu domba.
Oh, ya. Kuberitahu. Hari ini adalah hari berakhirnya kutukan Dewi Hera terhadapku. Hera sudah berjanji begitu. Nanti ketika matahari tepat berada di puncak kepala ia akan mengembalikan suaraku.
"Amboi, wajah rupawan siapakah ini yang sedari tadi tersenyum-senyum kepadaku?"Â Mendadak aku dikejutkan oleh sebuah suara. Mata biruku pun sontak sibuk mencari-cari.
Oh, kiranya dia! Dewa tampan bernama Narcissus itu.
Tapi tunggu. Mengapa dadaku berdegup kencang saat menyebut nama Narcissus? Ada apa ini?