Jim berjalan menuju jendela yang daunnya masih dibiarkan terbuka. Laki-laki muda itu menatap dengan wajah murung ke arah peti mati yang sebentar lagi akan ditutup.
Sembari mengucap selamat tinggal, Jim meraba cincin kawin yang melingkar di jari manisnya. Tiba-tiba Jim teringat sesuatu. Leona. Ia tidak memakai cincin kawin seperti dirinya.
Cincin kawin milik Leona tertinggal di kamar mandi. Jim sempat melihatnya tadi sebelum ia berlari menolong dan membopong tubuh istrinya itu.
Sebentar lagi petugas pemakaman datang. Jim ingin menyertakan cincin kawin Leona. Maka diambilnya cincin kawin itu dengan langkah tergesa.
Sebentar kemudian Jim sudah kembali ke ruang tamu, berdiri tepat di samping peti mati. Bersiap memasang cincin kawin di jari manis jasad istrinya.Â
Saat hendak memasang cincin kawin itulah Jim terlonjak kaget. Sosok Leona! Penampakannya tidak seperti yang selama ini dilihatnya.
Tubuh dalam peti mati itu berubah mengeriput. Wajahnya hitam legam. Bersisik. Dan, mata yang semula indah, berlubang. Sisi-sisinya dikerubuti belatung.
Jim mundur beberapa langkah. Napasnya tersengal. Keringat dingin mulai bercucuran.
"Nak, beberapa hari kulihat kamu duduk termenung di atas makam nenek tua bernama Leona ini. Apakah ini makam leluhurmu?"
Seorang juru kunci menyentuh pundak Jim. Jim ingin mengatakan sesuatu. Tapi mulutnya terkunci.
***
Malang, 03 Oktober 2020
Lilik Fatimah Azzahra