"Cinta akan datang sendirinya seiring berjalannya waktu," begitu Ibunya menasihati. Ayahnya pun ikut mengamini. Sementara hatinya sendiri, sibuk merutuki.
Sebenarnya kalau mau, bisa saja ia menolak mentah-mentah perjodohan itu. Bukankah zaman sudah berubah?
Tapi ia tmengalami dilema. Di sisi lain ia tidak mau dituduh sebagai anak durhaka. Apalagi kedua orangtuanya yang kian menua itu sudah lama menginginkannya segera bersuami.
"Kau masih bersikeras menunggu kekasihmu yang tidak jelas juntrungannya itu? Sudahlah, Nduk, bangunlah dari mimpi buruk," Ayahnya tegas menegur. Aruni duduk diam terpekur.
***
Satu minggu cukup sudah bagi Rizal menjalani rumah tangga yang  tidak sehat. Ia harus mengakhiri semuanya.Â
Pagi itu ia merapikan barang-barang miliknya, memasukkannya ke dalam kopor kecil, bersiap untuk pergi.
Entah mengapa, tiba-tiba Aruni tergerak hati untuk mencermati kesibukan suaminya itu.
"Akhirnya kau menyerah juga," ujarnya dengan nada mengejek.
"Dalam hal mencintai; kamu akan menemukan, juga akan kehilangan."Â Rizal menyitir sebait puisi sembari tersenyum kecil.
Sontak jantung Aruni berdegup kencang. Kalimat itu, sungguh sangat tidak asing. Sebab seseorang kerap menuliskan untuk dirinya.
"Kau..." Aruni mulai curiga.
