Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi di Balik Hidangan Ketupat dan Opor Lebaran

26 Mei 2020   06:47 Diperbarui: 26 Mei 2020   06:56 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Anak gadis harus bisa bikin selongsong ketupat. Kalau tidak..."

Waduh!

Nah, ada yang pernah mendapat teguran seperti itu tidak semasa masih muda? 

Saya pernah. Kala itu, masih dalam suasana hari lebaran, para sesepuh terlihat sibuk merangkai janur di depan rumah untuk membuat selongsongan ketupat. Saya yang kebetulan sedang duduk-duduk memperhatikan, tiba-tiba diminta untuk membantu.

"Nganu, maaf, saya tidak bisa bikin ketupat."

Dan, tentu saja kejujuran saya itu menuai banyak teguran. Yang ujung-ujungnya membuat saya terpaksa harus belajar merangkai janur untuk membuat selongsongan ketupat. Sebab kalau tidak...

Di awal-awal merangkai janur saya merasa sangat kesulitan. Terutama ketika harus bisa mempertemukan ujung dan pangkal kedua helai janur yang melilit di kedua punggung tangan saya pada satu titik akhir. 

Berkali saya mengalami kegagalan. Kalau tidak macet di tengah jalan, selongsong ketupat bentuknya ruwet mencong sana sini tidak karuan.

Tapi saya tidak mau menyerah begitu saja. Sampai akhirnya, alhamdulillah, saya pun berhasil merangkai dua helai janur membentuk ketupat dengan sempurna!

Filosofi Ketupat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun