Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermin [#2] | Fatimah, Ranting-ranting Itu Telah Patah

10 Agustus 2019   06:13 Diperbarui: 10 Agustus 2019   06:44 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Sebelumnya

Bag.2

Sedan merah itu berhenti di depan sebuah gang sempit. Abi bergegas turun. Ia melangkah terburu menuju rumah yang terletak di deretan paling ujung.

Seorang perempuan, muda dan cantik menyongsongnya. Tubuh mungilnya menebarkan aroma wangi begitu mereka berdekatan.

"Mengapa terlambat?" perempuan itu bertanya setengah merajuk.

"Banyak urusan," Abi menjawab singkat seraya mendaratkan satu kecupan di kening perempuan itu. Hati laki-laki itu berdesir. Ia mengakui bahwa di dekat tubuh mungil itu sepertinya ia tak perlu mengumbar banyak kata. Abi melingkarkan tangannya pada pundak yang menempel manja di lengannya. Ada binar-binar birahi terpancar dari mata lelakinya.

Beberapa saat lamanya Abi lupa bahwa dirinya masih seorang suami. Juga seorang ayah dari dua bocah yang sejak sesorean menunggu kepulangannya di teras rumah.

***     

Fatimah berdiri tak jauh dari jendela. Menatap semburat awan yang menyeruak di tepi pipi langit. Awan merah saga yang membentuk siluet tak beraturan. Seperti perasaannya saat ini. 

Perempuan itu teringat perbincangan siang kemarin dengan Abi.

"Petugas Kelurahan akan datang menemuimu," ujar Abi dengan nada suara dingin.

"Untuk apa?" ia pura-pura tak mengerti.

"Minta tanda tanganmu."

"Aku tidak mau!"

"Aku ingatkan sekali lagi. Jangan menjadi istri yang durhaka!" suara Abi mulai meninggi.

"Begitukah?" Fatimah menatap wajah suaminya sekilas.

"Kau telah berubah menjadi istri pembangkang, Fatimah," Abi menekan kedua tangannya pada tepi meja. "Dengar, kau harus memberikan tanda tanganmu!"

"Baiklah jika kau memaksa," Fathimah mengatur napas sejenak. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. "Aku akan tanda tangan. Tapi bukan untuk memberimu izin menikah lagi, melainkan--mengajukan permohonan surat gugat cerai ke pengadilan," Fatimah membuang pandang ke luar jendela. 

Berusaha menyembunyikan genangan bening yang tiba-tiba saja berebut ingin meruah dari kedua sudut matanya.

Wajah Abi menegang. Harga dirinya sebagai laki-laki merasa terinjak-injak. Kata-kata Fatimah yang menyiratkan pemberontakan membuatnya tak bisa lagi membendung kemarahan.

Plak!

Satu tamparan mendarat di wajah Fatimah.

"Beginikah caramu memaksakan kehendak, Tuan Abi?" Fatimah mengelus pipinya yang memerah. "Terima kasih. Tamparan ini semakin menguatkan tekad dan keinginanku untuk terus melangkah," Fatimah menatap Abi sejenak. Sebelum kemudian perempuan itu beranjak masuk ke dalam kamar dan mengunci diri.

Mendadak hati Abi diliputi penyesalan yang dirasanya selalu datang terlambat.

***

Fatimah masih berdiri menatap senja yang mulai memucat. Sesekali ia menghela napas, dalam-dalam. Lalu mendesah. Sungguh berat baginya ketika dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama membuat hatinya pedih dan menangis.

Jika pada akhirnya ia memutuskan memilih berpisah, bukan berarti jiwanya merasa tenang. Ia justru merasa semakin terjatuh pada jurang kesedihan paling dalam, paling rendah. 

Titik nadir. 

Fatimah tergugu. Beberapa saat lamanya hatinya dikuasai keheningan yang bisu.

Sayup-sayup terdengar kumandang azan dari mushola terdekat. Fatimah tergugah. Ia teringat anak-anak yang sedang menunggunya.

Benar saja. Dua bocah kesayangan sudah menggelar sajadah di dalam kamar. Fatimah buru-buru mengambil air wudhu. Mengenakan mukena dan berdiri gemetar di hadapan kedua anaknya itu. 

Bersambung...

***

Malang, 10 Agustus 2019

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun