Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Laki-laki Dewasa yang Jarang Tersenyum

22 Mei 2019   07:11 Diperbarui: 22 Mei 2019   07:36 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jannah. Abah yang memberi nama itu. Yang artinya surga. Tentu saja nama yang disematkan padaku itu menyandang harapan besar. Agar aku tumbuh menjadi anak yang solihah sesuai dengan keinginan dan cita-cita kedua orang tuaku.

Jannah. Sedari masih balita aku sudah dilatih dan dibiasakan untuk bangun pagi sebelum Subuh. Meski mataku masih mengantuk berat, aku harus tetap beranjak. Dengan gontai aku akan mengikuti langkah Ibu menuju kamar mandi. Dan Ibu tak pernah bosan memberiku semangat, "Nduk, ayo bergegaslah. Abah sudah menunggu kita di musala."

Sungguh, hanya karena aku tidak ingin Ibu mendapat marah dari Abah gara-gara aku, gegas kubasuh wajah dengan air dingin. Dan dengan langkah masih gontai aku berjalan di belakang Ibu, mengikutinya menuju musala yang terletak di samping rumah.

Kulihat Ibu sudah menggelar sajadah untukku tepat di belakang Abah. Lembut, nyaris tak bersuara. Lalu mengulurkan mukena berbau wangi ke arahku. Membantuku mengenakannya diam-diam tanpa sepengetahuan Abah.

Aku terkejut ketika Abah tiba-tiba berdehem. Laki-laki yang tak pernah melepas pecinya itu menggerakkan kepala sedikit kemudian berdiri. Siap memimpin sholat Subuh berjamaah. Ibu pun buru-buru menggamit lenganku mengajakku melakukan hal yang sama, berdiri di belakang Abah berderet sebagai makmum.

Dan jangan dikira, usai sholat Subuh aku bisa bebas meninggalkan musala seenaknya. Aku dan Ibu harus menunggu Abah menyelesaikan doa-doa dan wirid dulu. Mengamini doa yang panjang dan lama, yang lebih seringnya membuat aku tertidur di pangkuan Ibu.

Hal seperti itu berlangsung terus hingga aku menanjak remaja. Bahkan jadwal yang diberikan kepadaku semakin ketat. Aku harus bangun lebih pagi lagi, tepatnya di sepertiga malam. Melakukan sholat sunah tahajud. Tidak boleh tidak. Meski kadang aku ingin memprotes, bukankah hukum sunah itu jika tidak dilakukan tidak apa-apa?

Tapi lagi-lagi aku tidak berani membangkang perintah Abah. Laki-laki dewasa yang jarang sekali tersenyum.

Jannah. Kadang aku membenci nama itu. Kenapa namaku harus Jannah? Kenapa bukan Laura, Mariska atau Jenny? Nama Jannah terdengar sangat udik dan kuno. Terdengar tidak nyaman di telinga.

Tapi apa benar begitu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun