"Benar Mama tidak apa-apa ditinggal sendiri di sini?" anak lanang menatap saya was-was. Suaranya bergetar.
 "Ayo, buruan turun! Mama akan menunggu motor di sini sambil selfi-selfi," bujuk saya. Saya sempat melihat kekhawatiran berlebihan itu di mata anak saya. Dan demi membesarkan hatinya, saya merogoh saku jaket, mengambil tongsis lalu pura-pura merekam gambar di sana-sini sembari tertawa-tawa.
Motor si bapak akhirnya meluncur turun membonceng anak saya. Dari jauh saya mengawasi mereka. Dan saat itulah saya baru menyadari---saya ternyata benar-benar sendiri sekarang!
Menghubungi seseorang!
Yup. Tokoh 'aku' saat itu memang menghubungi seseorang, yakni Beib-nya. Lalu masalah menjadi beres.
Lah, tapi apa benar semudah itu? Ingat, Buk. Ini bukan fiksi! Ini kisah nyata!
Hei, tak ada salahnya dicoba dulu, bukan?Â
Jemari dan mata saya mulai balapan mencari-cari nama yang tersimpan di dalam ponsel. Ada banyak nama silih berganti muncul. Tapi teman yang tinggal di lokasi seputaran Poncokusumo---siapa?Â
Tidak ada!
Lalu pikiran melaju secepat kilat pada sosok sahabat lama sewaktu duduk di bangku SMU dulu. Seingat saya dia tinggal di daerah kisaran Poncokusumo. Saya pun mencoba menghubunginya. Berharap-harap cemas semoga saja dia sedang online. Dan semoga pula sinyal di punggung gunung ini baik-baik saja.