Dada Iriana sesak serasa hendak meledak. Mengalahkan bunyi sirine mobil yang meraung-raung. Belati di tangannya terjatuh, berdenting di atas lantai yang dingin. Darah berceceran menggenangi ujung kakinya yang tak beralas.Â
Beberapa saat lamanya Iriana berdiri terpaku dalam diam. Bagai patung. Bahkan ketika dua orang petugas berseragam melompat turun dari mobil dan memborgol kedua tangannya, ia masih saja bergeming.
Dan dua petugas dari kepolisian itu terpaksa mendorong tubuh mungilnya masuk ke dalam mobil.
***
Di Rumah Tahanan Sementara
Saat melewati koridor panjang menuju sel tempat di mana ia harus menginap, Iriana memergoki beberapa pasang mata nanar mengawasinya.
"Selamat datang di hotel prodeo paling indah di dunia ini, cantik! Kuharap kau betah tinggal sekamar denganku," seorang perempuan berambut cepak dengan tubuh gempal menyambutnya. Pintu berjeruji di hadapannya berderit.
"Maya. Kuharap kau tidak membuat masalah dengan orang baru ini," petugas berseragam yang mengawal Iriana memberi peringatan. Beberapa perempuan yang tinggal di sel tak jauh dari bilik nomor 13 itu, tertawa. Lalu bersorak sorai.Â
Tawa dan sorak sorai itu sontak membuat Iriana tersadar.Â
Ia baru saja memulai satu fase lagi. Mimpi buruk!
***