Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tuyul

11 Oktober 2018   15:14 Diperbarui: 11 Oktober 2018   15:22 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:acakadul.com

Hari hampir Magrib. Basuki menyeka bulir keringat di keningnya dengan handuk kumal. Wajahnya lesu dan murung. Kakinya yang kurus siap mengayuh pedal tanpa semangat. 

Seharian sudah ia menghabiskan waktunya di jalanan. Tapi tak satu pun penumpang datang menggunakan jasanya. Sementara ia harus menyetor sejumlah uang kepada Kartubi, pemilik becak yang lebih dari dua tahun menyewakan kendaraan roda tiga itu kepadanya.

Dalam hati Basuki mengeluh. Merutuki nasibnya yang tidak juga kunjung membaik. Di usia pernikahannya yang ketiga belas bersama Rusmini, ia masih saja miskin. Tetap juga kere. 

Setengah melamun Basuki mengayuh becaknya, menyusuri jalan makadam yang berbelok menuju arah rumah Kartubi. Sembari berpikir mencari alasan kenapa hari ini ia mesti menunggak lagi uang setoran. 

Di persimpangan jalan, di dekat sebuah pekuburan tua becaknya nyaris menabrak seseorang.

"Dasar kampreeet! Main selonong saja!" tanpa sadar ia mengumpat, mengerem becaknya dengan gerakan mendadak. Lalu setengah mendongkol ia melompat turun dari sadel. Pandangannya tertuju pada sosok yang baru saja lari berkelebat. Sosok itu ternyata sudah berdiri di seberang jalan. 

Basuki terperangah.

Berkali-kali lelaki usia empat puluh tahun itu mengucek-ngucek kedua matanya. Nyaris tak percaya dengan penglihatannya sendiri.

"Tu-yul..." bibirnya bergerak gemetar. Buru-buru ia mencengklak kakinya lagi. Siap-siap mengayuh pedal sekuat tenaga.

Tapi belum sempat becaknya bergerak maju, mahluk kecil berkepala gundul tanpa busana itu tahu-tahu sudah melompat dan duduk manis di atas jok becak sembari tertawa mengikik.

Basuki tak mampu menggerakkan kedua kakinya. Sekujur tubuhnya mendadak lemas. Tulang belulangnya terasa lunglai.

"Sekarang Bapak adalah tuanku," mahluk kecil itu menoleh ke belakang, menatap Basuki. Matanya yang bulat dan agak juling bergerak-gerak cepat. "Aku akan bekerja untuk Bapak. Mencarikan uang banyak seperti yang selama ini kulakukan untuk Tuan Kartubi."

Basuki sontak terperanjat.

"Kau mahluk pesugihan peliharaan Kartubi?" tanpa sadar Basuki menggerakkan bibirnya. Mahluk kecil itu mengikik lagi. 

"Tuan Kartubi sudah kaya raya sekarang. Sudah tidak butuh aku lagi."

Basuki berusaha menguasai diri. Menenangkan rasa terkejutnya.

"Jadi itu yang membuatmu kabur dari rumah tuanmu?" 

"Bukan. Aku meninggalkannya karena Tuan Kartubi telah melanggar kesepakatan."

"Kesepakatan?" 

Mahluk kecil itu menggerakkan kepalanya berulang-ulang. Ke kanan dan ke kiri.

"Apakah kesepakatan kalian itu berat?" Basuki bertanya penasaran. Mahluk mungil itu menghentikan gerakan kepalanya sejenak. Lalu menyahut,"Tidak."

"Kalau begitu kuterima dirimu. Sekarang aku adalah tuanmu," Basuki mengulurkan tangan. Mahluk kecil itu menyambutnya. Menempelkan punggung tangan tuan barunya di atas bibirnya yang basah berlendir.

***

Untuk pertama kali Basuki memasuki rumah dengan wajah sumringah. Rusmini sempat terheran-heran.

"Tumben becaknya dibawa pulang? Kalau tidak setor hari ini nanti bisa kena pembayaran dobel. Memang Abang punya simpanan duit?" Rusmini mencecar suaminya dengan pertanyaan. Basuki menanggapi dengan seulas senyum.

Rusmini terlihat kesal. Tapi beberapa saat kemudian perempuan itu ikut tersenyum ketika melihat suaminya memamerkan berlembar-lembar uang puluhan ribu di hadapannya.

"Banyak sekali, Bang! Alhamdulillah. Kita bisa nyaur hutang ke warung sebelah. Pemiliknya sejak siang menagih terus sambil mengomel-ngomel," Rusmini wadul.

"Ya, sana bayar hutang-hutang kita. Kembaliannya belikan beras dan satu pak rokok buatku. Aku ingin ngudut di lincak belakang rumah," Basuki menyerahkan uang di tangannya.

Rusminipun segera menghilang ke luar rumah.

***

Basuki sudah mengambil keputusan. Ia menyatakan diri berhenti dari mengayuh becak. Juragannya--Kartubi, sempat terkejut saat Basuki mengembalikan becak sewaannya dan mohon pamit. Lebih terkejut lagi ketika ia ingin memberinya uang pesangon, ditolak mentah-mentah oleh Basuki.

Meski agak curiga dengan kelakuan Basuki, Kartubi tidak mampu mencegah. Ia hanya memandangi punggung Basuki saat lelaki seumuran dengannya itu meninggalkan halaman rumah. 

"Mungkin dia sudah mendapat pekerjaan baru yang lebih baik, Mas," Laila, istri Kartubi yang ikut menyaksikan kepergian Basuki urun bicara.

"Kerja apa? Dia itu tidak punya keterampilan apa-apa selain mengayuh becak. Aku tahu persis itu!" agak emosi Kartubi menyahut. Laila terdiam. Perempuan itu tidak ingin berdebat dengan suaminya. 

"Sudah! Sekarang lakukan kewajibanmu!" Kartubi memerintah istrinya. Laila masuk ke dalam kamar dengan langkah ragu.

***

Ini malam Jumat Kliwon. Kesepakatan antara Basuki dan mahluk mungil itu kiranya harus segera dilaksanakan. Itulah sebab Basuki segera memerintah istrinya, Rusmini, untuk masuk ke dalam kamar lebih awal dari biasanya.

"Aku sendirian, Bang?" Rusmini bertanya takut. Basuki mengangguk.

"Tugasmu hanya berbaring saja, Rus. Cuma itu," Basuki mengantar istrinya sampai di depan pintu. Lalu tangannya yang kurus menarik saklar lampu. Sebelum mengunci pintu dari luar, ia berpesan,"Lakukan tugasmu sebaik-baiknya, Rus. Semua demi perbaikan nasib kita."

Sepeninggal suaminya, Rusmini menggigil. Keringat dingin mulai bercucuran. Di dalam ruangan kamar yang gelap tangannya meraba-raba. Mencari-cari selimut. Tapi ia tidak menemukan benda itu. Sebab Basuki telah menyembunyikannya ke dalam lemari dan mengantongi kuncinya.

Jadilah Rusmini terlentang di atas kasur hanya memakai jarit sebatas dada.

Sepuluh menit meringkuk belum terjadi apa-apa. Barulah di menit ketiga belas, Rusmini merasakan bulu kuduknya meremang. Desir angin serasa dingin meniup tengkuknya. Selanjutnya yang terjadi adalah, perempuan itu merasakan ada tangan mungil yang menggerayangi dadanya.

Mahluk berkepala gundul itu!

***

Kartubi seperti kebakaran jenggot. Ia tidak mempercayai ucapan Laila bahwa mahluk kecil yang selama ini mereka pelihara telah raib.

"Apa yang sudah kamu perbuat, La? Ayo, jawab!" suara Kartubi meninggi. Laila tertunduk.

"Maafkan aku, Mas. Aku tidak mau melakukannya lagi. Aku lelah harus menyusui mahluk itu selama bertahun-tahun..."

Kartubi menggeram.

Sementara di sebuah rumah yang lampunya sengaja dimatikan, seorang laki-laki duduk berongkang-ongkang kaki di ruang tamu. Bibirnya yang kering tak henti mengembuskan asap rokok ke udara. 

Sembari menatap pintu kamar istrinya yang masih terkunci rapat, lelaki itu berbisik,"Kesepakatan sedang berlangsung. Tak lama lagi hidupku akan berubah menjadi kaya raya."

Tapi benarkah begitu?

Jangan percaya! Kalau mau mengubah nasib, ya harus rajin bekerja. Bukan berkhayal memelihara tuyul.

Kartubi dan Basuki dalam cerita di atas hanyalah dua lelaki malas yang sedang bermimpi.

***

Malang, 11 Oktober 2018

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun