Dari jauh kau melihatku. Dengan tatap mata penuh kilau. Seolah-olah melihat bintang yang terjatuh dari bilik surga di atas permukaan kolam bercahaya.
Sedang dari dulu engkau tahu. Aku bukanlah bintang kejora. Aku hanya kunang-kunang yang harus memandu empat penjuru mata angin. Agar tetap berjalan di batas garis masing-masing. Dan jika aku lelah, aku menepi sejenak di tepi telaga. Membasuh wajahku yang resah. Juga hatiku yang berjelaga. Agar senantiasa baik-baik saja.
Dari tebing tinggi kau menatapku. Seakan takjub dengan hujan di mataku. Ini bukan hujan. Ini hanya anak-anak gerimis. Yang dulu pernah kau titipkan. Lalu terlupakan. Yang hingga kini masih kusimpan--di hidupku. Dengan baik-baik saja.
Kau masih berdiri di sana. Di tanjakan yang belum juga kau selesaikan. Berkali kau menoleh ke arahku. Mengirim berita kenangan. Tentang cuaca yang berubah-ubah. Tentang udara yang kau cerca salah arah. Tentang sebuah penyesalan. Tapi sekali lagi kupastikan. Aku baik-baik saja.
Sekarang aku yang melihatmu. Berdiri di kejauhan dengan mata redup memburam. Melewati senja yang temaram. Mengharap satu kata terucap. Tapi aku tak ingin menitip kalimat. Apalagi sampai menggurit sonata. Aku hanya hendak menabur doa di atas permukaan bening telaga. Yang airnya mulai membuncah. Semoga engkau selalu baik-baik saja.
***
Malang, 23 September 2018
Lilik Fatimah Azzahra