"Mana Haji Sadeli? Kami ingin bertemu Ayahmu, Wan! Kami minta baik-baik agar Ayahmu segera mencabut kembali santet yang dikirim kepada Satumi!" salah seorang dari laki-laki yang datang itu berseru lantang. Riswan terhenyak. Lalu menoleh ke belakang, menatap Ayahnya yang masih duduk bersila di atas amben dengan tenang.
***
Sekalipun Riswan dan Haji Sadeli sudah berupaya menjelaskan bahwa tuduhan akan santet itu tidak benar adanya, tapi para pria yang datang itu tetap saja tidak mempercayai ucapan keduanya. Mereka terus mendesak agar Haji Sadeli mengaku.
"Tunggu! Apa kalian bisa membuktikan bahwa Ayahku yang mengirim teluh kepada Satumi? Hati-hati. Menuduh tanpa bukti adalah fitnah! Dan kalian bisa kami tuntut balik!" Riswan mulai kehilangan kesabaran. Para pria itu mendadak terdiam.
"Bisa kalian beri tahu siapa yang memprovokasi tuduhan keji ini?" Riswan menatap tajam satu persatu orang-orang yang berdiri di hadapannya.
"Sudahlah, Wan. Kukira Ayah sudah tahu siapa yang menyuruh orang-orang ini datang ke mari. Sebaiknya kita maafkan saja mereka," Haji Sadeli berdiri. Menyalami satu persatu pria yang memenuhi ruang tamunya.
"Kalian pulanglah. Aku berjanji akan membantu menyembuhkan Satumi jika benar ia terkena santet. Dan kutegaskan sekali lagi pada kalian, bukan aku pelakunya," Haji Sadeli berkata seraya menyungging senyum.
***
Sepulang orang-orang tak diundang itu, Riswan kembali duduk bersebelahan dengan Ayahnya.
"Benarkah Ayah tahu siapa yang menyuruh orang-orang itu agar menggeruduk rumah kita?" Riswan menatap Ayahnya tak berkedip. Haji Sadeli mengangguk.
"Masih orang yang sama, Wan. Yang menyimpan dendam kesumat terhadap Ayah karena masalah cinta..."