"Apaaaaaa....?!" mendengar pengakuan Banowati sontak Prabu Duryodana naik pitam. Dengan geram penguasa Hastinapura itu berlalu meninggalkan Puri Ayu Kaputren.
Akan halnya Banowati. Ia sangat menyesal telah keceplosan bicara. Skandal yang selama ini tersimpan rapi, akibat kelalaiannya tanpa sengaja telah dibongkarnya sendiri.
Banowati menatap kepergian Prabu Duryodana dengan pandang sedih.
Sementara itu di Taman Sari Kaputren, tak jauh dari bilik istirahat Banowati, seekor tupai atau yang biasa disebut  bajing, tengah berlompatan ke sana ke mari. Tupai itu berpindah dari satu pohon ke pohon lain. Gerakannya sangat gesit dan lincah.Â
"Tidak ada yang bisa mengalahkan aku bukan?" si  bajing berseru pongah kepada seekor katak yang terpekur di balik rerumputan. Katak itu tidak menyahut. Matanya sudah mengantuk berat.Â
Baru saja sang katak memejam mata, tiba-tiba terdengar bunyi bergedebum. Kembali katak membuka matanya. Dilihatnya tupai yang baru saja bicara padanya terjerembab jatuh di tanah.
Merasa tidurnya terganggu, sembari menguap lebar sang katak pun berdendang, "Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Sepintar-pintar manusia menyimpan keburukan, akhirnya terbongkar juga."
Blaam!
Banowati membanting pintu kamarnya keras-keras.
***
Malang, 17 Maret 2018
Lilik Fatimah Azzahra