Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Valentine's Day" Lahir dari Momentum Tragis?

14 Februari 2018   13:50 Diperbarui: 14 Februari 2018   20:08 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : www.pinterest.com

Ini sudah memasuki tanggal 14 Fabruari. Apakah Anda sudah berbagi kasih sayang?

Banyak orang bertanya-tanya mengapa mengungkapkan kasih sayang mesti menunggu datangnya Valentine's Day. Tidakkah lebih afdol setiap hari adalah hari bertabur kasih sayang?

Semua ada sejarahnya. Ada muasalnya. Seperti dikutip dari  The Guardian  (13 Feb 2018) bahwasanya perayaan Valentine's Day berawal dari sebuah kejadian tragis yang dialami oleh seorang Uskup bernama Valentine atau Valentinus yang hidup pada tahun 200 Masehi, pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Cladius II.

Ada beberapa versi yang disuguhkan sehubungan dengan kelahiran Valentine's Day ini.

Versi pertama: berkisah tentang Uskup Valentine, orang suci yang diakui oleh pihak Gereja Katolik. Valentine hidup di zaman kekaisaran yang memberlakukan undang-undang di mana tentara muda dilarang untuk melangsungkan pernikahan. Alasannya agar semangat para tentara muda tersebut tidak loyo saat mereka berada di medan laga akibat memikirkan istri-istri mereka.

Uskup Valentine adalah orang yang menentang peraturan tersebut. Ia menikahkan seorang tentara muda dengan pasangannya secara diam-diam. Sang Uskup lebih melihat kepada perasaan cinta kasih di antara kedua pasangan sehingga ia berfikir untuk segera mengukuhkan hubungan mereka dalam suatu ikatan perkawinan.

Atas perbuatannya yang dianggap melanggar peraturan tersebut, Uskup Valentine ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Di dalam penjara ternyata sang Uskup jatuh cinta kepada putri orang yang memenjarakannya. Maka sebelum dieksekusi mati, Uskup Valentine meninggalkan sepucuk surat cinta untuk gadis yang dicintainya itu dan mengakhirinya dengan ucapan, "Dari Valentine-mu." 

Dalam kisah ini disebutkan bahwa Uskup Valentine menjalani eksekusi mati pada tanggal 3 Mei.

Versi lain berkisah mengenai seorang pemuka agama bernama Valentinus. Valentinus adalah seorang humanis. Ia melawan perlakuan tidak manusiawi yang diterapkan oleh Kaisar Claudius II. Di mana sang Kaisar sering melakukan tindak penganiayaan terhadap penganut ajaran Kristen. Tindakan Valentinus yang dianggap berbahaya ini membuat pemerintah gusar. Valentinus ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.

Di dalam penjara Valentinus bertemu dengan seorang gadis buta. Ia pun tergerak untuk menolong gadis tersebut. Gadis buta akhirnya berhasil dikembalikan penglihatannya. Lalu benih cinta tumbuh di antara mereka.

Namun sayang, Valentinus harus tetap menjalani eksekusi. Ia menjalani hukuman mati pada tanggal 14 Februari.

Sepertinya versi kedua-lah yang mengilhami lahirnya Valentine's Day. Sebuah momen yang sebenarnya dipersembahkan untuk mengenang peristiwa tragis yang menimpa seorang budiman bernama Valentinus.

Tidak ada yang salah dari perayaan tersebut. Apalagi tujuannya adalah mulia, yakni mengingatkan sesama agar senantiasa menjalin kasih sayang, saling berbagi, saling peduli dan saling menolong. 

Namun tidak bisa dipungkiri seiring berkembangnya zaman, pro dan kontra atas perayaan Valentine's Day terus bergulir. Termasuk di negeri tercinta ini.

Apa sebab?

Kiranya perayaan hari kasih sayang dirasa mulai keluar dari batas koridor sebenarnya. Valentine's Day yang semula dimaksudkan untuk memperingati kebaikan budi seseorang, mulai disalahartikan. Dibelokkan. Beberapa hal (baca: perayaan ) yang kerap dilakukan oleh muda-mudi bahkan menjurus ke arah perilaku yang bertentangan dengan norma agama, sosial dan budaya orang timur. Valentine's Day tidak lagi mencerminkan nuansa kasih sayang yang hakiki melainkan lebih ke arah hura-hura dan pesta pora semata.

Lantas upaya apa yang dilakukan untuk meluruskan kembali hakekat hari kasih sayang yang nilai-nilai kearifannya mulai luntur? 

Barangkali salah satu tindakan yang bisa diterapkan adalah dengan mengajak mereka (paramuda yang menyalahartikan momen Valentine's Day) untuk membaca dan mengkaji ulang sejarah lahirnya hari kasih sayang itu. Menyimak kembali dengan seksama. Serta mengedepankan akal dan budi pekerti yang sehat sebelum salah kaprah menerapkannya.

Selamat Hari Kasih Sayang. 

Sungguh, saling menyayangi dan berbagi kasih itu indah.

***

Malang, 14 Februari 2018
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun