Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Ranjang Berdarah

20 Oktober 2016   17:35 Diperbarui: 20 Oktober 2016   17:38 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://dancing-doll.deviantart.com/

Aku memagut diri berlama-lama di depan cermin. Hampir tak percaya wajahku tampak begitu sumringah. Benarkah itu aku? Ken Dedes yang selalu murung dan sedih mengapa tiba-tiba memiliki secercah senyum begitu indah? Ah, pasti itu karena dia. Pemuda tampan bernama Arok itu. Ia telah berhasil mencuri hatiku. 

Aku mendekatkan wajah nyaris menempel pada kaca benggala. Kusentuh bibir mungilku. Masih terasa kecupan lembutnya saat kami memadu kasih di kolam padusan beberapa saat yang lalu.

Wajahku memerah. 

Derit pintu membuatku menoleh dan menepis segala lamunan. Kangmas Tunggul Ametung sudah berdiri menatapku.

"Dinda Dedes, sudah siapkah dirimu?" 

Aku mengangguk kecil. Senyum yang semula menghiasi bibirku seketika memudar.

"Dinda, mendekatlah. Bantu Kangmas membuka kancing baju ini."

Setengah hati aku berdiri. Kudekati suamiku dengan kepala tertunduk seperti biasanya.

Kangmas Tunggul Ametung mengangkat daguku.

"Dinda Dedes, ada apa? Sempat kulihat tadi matamu bercahaya. Apakah benih-benih katresnan mulai tumbuh di hatimu Dinda?"

 Aku masih membisu. 

"Oh, Dinda, Kangmas sangat gembira, akhirnya hatimu luluh juga," Kangmas Tunggul Ametung sigap memeluk pinggangku. Desah napasnya memburu. Aku membiarkannya.

Malam terus beranjak. Menyisakan sunyi yang gerah. Kangmas Tunggul Ametung tergolek lemas di sampingku. Bibirnya yang tebal mengulum senyum. Ia tampak begitu puas dan pulas. 

Baru saja hendak memejam mata, kudengar bunyi ketukan tiga kali pada sisi jendela. Perlahan aku menyingkap selimutku turun dari pembaringan. Kusentuh lengan Kangmas Tunggul Ametung untuk memastikan ia tidak terbangun oleh gerakanku.

Kudorong jendela yang sebelumnya memang tidak terkunci. Angin malam dingin berembus menerpa wajahku. 

Bulan di langit mulai terlihat pasi.

Pemuda itu melompati bingkai jendela dengan lincah. Ia mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya tertutup kain hingga sulit dikenali. Tapi aku tahu siapa dia. Aroma wangi tubuhnya sempat kuhirup dan masih membekas dalam ingatanku.

"Arok," aku berbisik lirih. Pemuda itu melepas topengnya lalu membuangnya ke lantai.

"Gusti putri..." ia menyentuh pundakku. Hatiku berdebar.

"Arok, apakah malam ini ia harus mati?"

***

Aku mematikan ublik yang menyala. Arok merengkuh tubuhku. Terasa hangat. Kami berpelukan erat. 

"Gusti putri, sudah tatag-kah hatimu?"

Dalam gelap aku bimbang. Mampukah aku menyaksikan semuanya? 

"Jika Gusti putri masih belum yakin, maka hamba akan menundanya."

Aku masih membisu. Arok mengangkat daguku. Ditatapnya mataku dalam-dalam.

Entah setan apa yang telah menguasaiku. Melihat teduh matanya hatiku luluh. Aku jatuh sekali lagi dalam pelukannya. Menyerahkan seluruh jiwa ragaku padanya.

"Arok..." aku mendesah. Ia mengerti. Kepasrahanku tak diragukannya lagi. Serta merta ia mempererat pelukannya. Dibopongnya tubuhku. Kemudian direbahkannya di sisi pembaringan.

Sesaat tangan kekarnya menggerayangi sesuatu. 

Sebilah keris!

Dan aku harus menyaksikan semuanya. 

Darah segar Kangmas Tunggul Ametung membanjiri ranjang pengantinku.

***

Malang, 20 Oktober 2016

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun