"Lalu mengapa Cinta ikut-ikutan menghilang?" Pak tua memicingkan matanya.
"Seharian ini saya dan Cinta mencoba mencari keberadaan Bunda Fatima. Untuk sementara Cinta mencurigai ayahnya-lah yang menyembunyikan Bunda Fatima. Tapi usaha kami tidak membuahkan hasil. Lalu kami memutuskan untuk kembali ke rumah Nenek. Ternyata ayah Cinta sudah berada di sana. Terjadi perang mulut lagi. Kali ini antara Cinta dan ayahnya. Gadis itu merajuk. Ia masuk ke dalam kamar sambil menangis. Beberapa saat kemudian, setelah laki-laki itu pergi, Nenek membuka pintu kamar Cinta. Nenek terkejut. Kamar itu kosong. Jendela kamar dalam keadaan terbuka...."
"Hmm, jadi gadis itu kabur lewat jendela?" Pak tua menegaskan.
"Bisa jadi begitu." Aku mengangguk.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan, Nak?" Pak tua menepuk pundakku.Â
"Saya akan mencari mereka, Pak tua. Sampai ketemu! Saya tidak akan memaafkan diri saya jika, ah, saya tak berani membayangkannya. Bisakah Pak tua membantu saya?"
"Dengan senang hati, anak muda."
"Saya menitipkan Nenek dan dan adik-adik Cinta pada Pak tua...."
"Cuma itu?"
"Ada satu lagi. Saya ingin meminjam si Coklat untuk menemani saya mencari jejak Bunda Fatima dan Cinta...."
Â