Mohon tunggu...
Reza Sukma Nugraha
Reza Sukma Nugraha Mohon Tunggu... lainnya -

Blogger\r\nhttp://elfarizi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanjungsari, Kota Pendidikan dan Tradisi Dolbon

31 Maret 2010   14:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:04 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Catatan KKN – 1) Gersang dan panas menyengat. Itulah kiranya gambaran Tanjungsari di kala siang. Tanjungsari, sebuah kecamatan yang terletak di ujung timur Kabupaten Bogor. Kecamatan Tanjungsari berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Meskipun terletak di kawasan dataran tinggi, namun cuacanya relatif panas dan kondisi tanahnya kering. Tanjungsari dapat ditempuh melalui jalan alternatif Cianjur-Jonggol-Jakarta, sebuah jalur alternatif menuju Jakarta dari Bandung atau sebaliknya apabila jalur Puncak ditutup pada hari libur. Kecamatan yang baru dibentuk pada 2005 ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Cariu dan terdiri dari sepuluh desa. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani penggarap atau buruh tani. Banyak tanah dan lahan di Tanjungsari dimiliki oleh orang-orang luar Tanjungsari yang notabene merupakan pengusaha sukses bahkan pejabat. Pada tahun ini, Kecamatan Tanjungsari dijadikan salah satu lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan  Gunung Djati Bandung. Beben Suhendar, Camat Tanjungsari, menyatakan kegembiraannya menyambut para mahasiswa semester akhir yang ditempatkan di Tanjungsari untuk melaksanakan KKN. “Saya bersyukur, rekan-rekan mahasiswa ditempatkan di Tanjungsari. Karena saya pikir, masyarakat disini membutuhkan kehadiran orang-orang seperti rekan-rekan semuanya,” ucap Beben saat acara penyambutan mahasiswa KKN di ruang pertemuan kecamatan (10/2). Salah satu program gebrakan yang sedang digalakan Beben adalah Tanjungsari Kota Pendidikan 2015. Bukan sekedar rencana, program ini telah disetujui Bupati Kabupaten Bogor Rachmat Yasin saat usia kecamatan ini genap lima tahun Januari lalu. Program ini mulai direalisasikan dengan memulai sosialisasi pada masyarakat. Modal nyata utamanya adalah dengan akan dibangunnya Universitas Mpu Tantular (Untar) yang kini berada di Jakarta mulai tahun 2011 mendatang. Selain itu, pembangunan sarana pendidikan di Tanjungsari akan dilakukan secara besar-besaran, mengingat saat ini sarana pendidikan seperti SMP, SMA, dan SMK masih belum memadai. Akan tetapi, kendala terbesar justru datang dari masyarakat sendiri. Betapa tidak, saat spanduk Kota Pendidikan 2015 begitu gencar didirikan di setiap ruas jalan, sekolah, dan kantor dinas, saya pun mengernyitkan dahi. Tanpa bermaksud pesimis, namun kondisi masyarakat Tanjungsari sendiri yang membuat cita-cita itu nampak sulit terwujud. Salah satu masalah utamanya adalah masalah lingkungan hidup dan kesehatan.

Mayoritas masyarakat tidak memerhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup mereka. Hal tersebut tercermin dari tempat tinggal mereka yang kebanyakan masih terbangun dari bilik bambu. Banyak rumah hanya beralas tanah atau rumah panggung yang di bagian bawah panggungnya merupakan kandang ternak, seperti ayam dan itik. Maka, wajar saja, salah seorang warga berseloroh, “Bumi didieu mah teu eleh ku bumi di kota. Di dieu ge tilu lantai. Lantai hiji, hayam. Lantai dua, jalmi. Lantai tilu, beurit.” Selain itu, sangat jarang masyarakat yang memiliki kamar mandi dan kakus di rumahnya. Sehingga, aktivitas buang hajat selalu dilakukan di aliran air (sungai atau selokan) atau di kebun. Beberapa di antara masyarakat yang sadar tentunya memilih toilet di lingkungan mesjid dan cubluk, sebuah lubang di tanah yang dikhususkan untuk menjadi tempat pembuangan tinja. Kendala ini tak dimungkiri Beben selaku orang yang paling bertanggung jawab di Kecamatan Tanjungsari. Oleh karena itu, saat Beben memberikan sambutan pada perayaan hari jadi kecamatan Januari lalu, ia menegaskan bahwa mulai dicanangkan Tanjungsari Kota Pendidikan 2015, maka masyarakat harus mulai meninggalkan kebiasaan “dolbon” alias modol di kebon. Terang saja, setiap warga yang saya temui tentu familiar dengan istilah “dolbon”, istilah yang baru bagi saya sendiri. Masalah lain yang menjadi kendala program Tanjungsari Kota Pendidikan adalah masalah pendidikan itu sendiri. Mayoritas masyarakat hanya menyelesaikan pendidikan hingga bangku SD saja. Walaupun pada tahun ini, banyak pula anak-anak yang menyelesaikan sekolah hingga SMP. Setelah itu, laki-laki memilih bekerja di luar kota dan perempuan memilih bekerja, menganggur, atau menikah. Beben mengaku, kurang dari 5% warganya yang meneruskan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Kendala itu disebabkan oleh pemahaman masyarakat yang masih menganggap pendidikan formal tidak lebih berguna dari bekerja dan mencari penghasilan sedari usia muda. Selain itu, kendala fisik sarana dan prasarana pendidikan memungkinkan masyarakat kurang termotivasi untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya Sari (bukan nama sebenarnya), seorang pengajar pengajian yang semestinya melanjutkan pendidikan ke SMA. Bukan hanya orangtuanya yang menganjurkan agar ia segera menikah, “Soalna, upami hoyong sakola ka SMA-na tebih, sieun teu gaduh ongkosna,” ujarnya malu-malu. Jadi kendalanya pun didukung oleh masalah ekonomi. Oleh karena itu, salah satu pesan Beben saat menyambut para mahasiswa peserta KKN adalah memberikan pemahaman pada warga tentang pentingnya pendidikan dan juga kebersihan serta kesehatan lingkungan hidup. Bahkan, lebih jauh, Beben ingin masyarakat segera terbebas dari tradisi “dolbon”. Ya, semoga!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun