Mohon tunggu...
Elektron Bebas
Elektron Bebas Mohon Tunggu... Ilmuwan - Bukan bot

Seseorang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menelaah Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS (Bagian 3)

12 November 2019   15:52 Diperbarui: 12 November 2019   16:31 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kita di Indonesia menggunakan sistem ekonomi Pancasila. Seharusnya, kita mengambil yang baik-baik dari kapitalisme dan sosialisme, dan menggunakannya untuk mencapai tujuan negara. Memajukan kesejahteraan umum salah satunya. Secara teori begitu, tapi prakteknya, mengecewakan. Contohnya dalam sistem kesehatan ya BPJS.

Sebelum memaki dan memuji BPJS, kita perlu kembali memahami konsep bisnis asuransi. Asuransi ini bisnis lama, sudah sejak berabad-abad sebelum Masehi. Kode Hammurabi sudah mencatat bisnis asuransi saat itu : bila seorang pedagang menerima pinjaman untuk menjalankan perdagangannya via kapal, dia akan membayar tambahan biaya ke krediturnya agar bila suatu ketika dia mengalami bencana, barangnya dicuri, atau kapalnya karam, krediturnya membatalkan pinjaman itu. Inilah konsep asuransi awal, manajemen resiko, seseorang yang ingin menghindarkan/mengelola kerugian akibat resikonya membayar orang lain yang mau atau mampu untuk mengambil alih resiko kerugian tersebut bila terjadi. Resiko ini juga bisa dikelola dengan mendistribusikannya secara luas. 

Pedagang Cina pada tahun 2000an sebelum Masehi sudah biasa mengirim barang-barangnya di banyak kapal sekaligus untuk meminimalkan resiko bila ada kapal yang tengggelam. Dengan begitu bila ada kapal yang tenggelam tidak  sampai 100% aset pedagang A yang hilang, bisa 10% pedagang A, 10% pedagang B, dan seterusnya. Konsep iuran bersama untuk menanggung resiko musibah yang bisa terjadi juga sudah lama diterapkan oleh masyarakat pedesaan di luar negeri, lumbung padi dipakai untuk menabung sebagian hasil panen dari semua petani, isinya digunakan bila ada paceklik, maupun dipakai untuk memberikan santunan bila ada petani yang rumahnya kebakaran.

Sekarang dengan berevolusinya keuangan modern, konsep dasar mengenai manajemen resiko dari asuransi masih ada. Pelakunya hanya berubah dari masyarakat sendiri menjadi perusahaan. Perusahaan ini menghitung resiko penyakit para pemegang polis menurut usia dan berbagai faktor resiko lain, kemungkinan total biaya perawatan untuk semua resiko penyakit tersebut, membaginya sesuai jumlah pemegang polisnya, dan menambahkan sedikit untuk profit mereka, dan voila, terhitunglah harga premi yang tiap pemegang polis harus bayar. 

Misal perusahaan C punya populasi pemegang polis yang seragam, 10.000 pria usia 40 tahun, dan biaya rata-rata untuk perawatan semua resiko penyakit mereka adalah 3 juta per tahun, maka mungkin perusahaan C akan minta premi 3.1 juta per tahun dan mendapat profit kotor 1 milyar untuk populasi tersebut. Profit bersihnya bisa naik turun tergantung biaya pengobatan penyakit yang akhirnya terjadi, sehingga data perusahaan itu haruslah benar untuk mendapatkan angka yang akurat. Perusahaan C dapat profit, masing-masing pemegang polis tenang karena bila sakit mereka ada yang menanggung, pada akhirnya semua pihak senang.

Tapi kesenangan ini tidak akan bertahan lama. Premi tiga juta per tahun itu murah untuk penderita gagal ginjal yang mesti rutin cuci darah dua kali seminggu, namun terasa mahal bagi pria sehat bugar yang mantan atlet sepakbola dan rutin futsal. Dia akan mempertimbangkan bagaimana uang itu bisa digunakan untuk hal lain, resiko kesehatannya yang minim, bagaimana dia bisa ikut asuransi lagi bila memang sudah punya penyakit atau kecelakaan, dan berkesimpulan : lebih baik dia berhenti ikut asuransi. Inilah kenapa asuransi biasanya punya klausul masa tenggang untuk penyakit, menolak orang yang sudah punya penyakit (preexisting condition), dan memasang premi yang berbeda untuk orang dengan faktor resiko yang berbeda, semakin sehat dia dan semakin muda, preminya makin murah. 

Kalau tidak begitu, populasi pemegang polis perusahaan asuransi C akan berubah, 1000 orang yang merasa paling sehat akan keluar karena pemikiran itu, padahal mereka punya biaya kesehatan paling kecil. 9000 orang sisanya yang bertahan memiliki rata-rata resiko biaya perawatan yang lebih tinggi karena yang relatif sehat berkurang, premi naik 3.5 juta per tahun. Maka 1000 orang yang merasa paling sehat berpikir lagi, apakah premi semahal itu worth the price. 

Ini berulang sampai akhirnya pesertanya tinggal penderita penyakit katastropik, dan biaya perawatan rata-rata bisa ratusan juta per tahun.  Tanpa klausul, semua perusahaan asuransi swasta akan kolaps. Inilah kenapa perusahaan asuransi senang bekerjasama dengan perusahaan/lembaga yang mengasuransikan semua pegawainya tanpa kecuali, tanpa opsi pegawai bisa keluar asuransi. Semua pekerja mau sehat atau tidak tercover polis, tanpa pilihan.  Perusahaan asuransi bisa memberikan premi yang lebih murah dan klausul yang lebih longgar, karena mereka tidak perlu takut bagian populasi yang paling sehat berhenti dari asuransi.

Menjual asuransi untuk perorangan lebih beresiko lagi. Orang yang mencari produk asuransi kesehatan biasanya adalah mereka yang sadar bahwa diri mereka beresiko besar untuk sakit. Berapapun harga preminya, mereka yang merasa bahwa biaya pengobatan mereka per tahun melebihi premi tersebut, akan memilih ikut asuransi. 

Itulah kenapa premi asuransi biasanya lebih mahal untuk orang yang beli asuransi individual daripada orang yang beli asuransi kelompok meskipun keduanya memiliki faktor resiko yang sama. Karena itulah perusahaan asuransi cenderung menolak orang yang sudah punya penyakit (preexisting condition) atau kemungkinan besar sakit di waktu mendatang. Bukan karena komersil atau kapitalis, namun karena mereka menghindari kolaps. Itu juga alasan kenapa beberapa perusahaan asuransi menolak aplikasi manula maupun orang sehat dengan resiko pekerjaan yang tinggi seperti pekerja tambang, pilot, maupun tentara.

Perusahaan asuransi selalu berusaha menilai resiko kesehatan kita saat mendaftar asuransi. Mereka tanya riwayat merokok, kesehatan keluarga, hobi olahraga, hingga tes kesehatan dan darah. Dari situ mereka menilai resiko kesehatan kita di masa mendatang, dan menentukan nilai premi juga dari situ. Di sinilah kemajuan teknologi bisa merubah masa depan asuransi. Penelitian mengenai hubungan gen terhadap resiko seseorang menderita penyakit makin banyak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun