Mohon tunggu...
Limbuk
Limbuk Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - lemu ginuk-ginuk

Pinter nuturi wong liyan, nanging ora bisa nuturi awake dewe

Selanjutnya

Tutup

Humor

Humor | Celdam Bergembok

2 Maret 2020   21:14 Diperbarui: 2 Maret 2020   21:42 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:www.bing.com/gulalives.co


Sebagai istri Ningsih sering dibuat kesal. Meski berkali-kali ketahuan dan tertangkap basah, Rambat masih saja belum tobat. Masih suka main belakang. Serong kanan serong kiri.

Sebenarnya Ningsih sudah tidak tahan menghadapi tingkah polah Rambat yang kata orang Jawa 'tukmis' itu. Tapi mau bagaimana lagi? Ningsih sudah terlanjur cinta. 

"Gimana, Sih? Apa perlu kita bawa suamimu ke orang pintar? Ada dukun hebat yang bisa mematikan' burung' pria yang suka berselingkuh," usul Yu Ginah, tetangga sebelah rumah yang sudah lama hidup menjanda. Sebagai tetangga dekat Yu Ginah tahu persis bagaimana watak asli Rambat. Dan sebagai sesama perempuan Yu Ginah merasa wajib merasa prihatin atas kondisi Ningsih.

"Wah, kalau bisa jangan yang itu, Yu. Jangan yang 'burung'nya dimatikan. Nanti saya juga yang rugi," Ningsih mesam-mesem penuh arti. 

"Burung Rambat akan hidup kalau sama kamu doang, Sih. Aduh, telmi banget sih kamu ini!" Yu Ginah menatap Ningsih gemas. 

Ningsih terdiam. Ia berpikir ulang sejenak. Lalu mengangguk mantap sebagai tanda setuju.

"Yu Ginah bersedia mengantarkan saya ke tempat dukun itu, kan?" Ningsih berdiri. Yu Ginah pun ikut berdiri. Kemudian tanpa banyak cakap kedua perempuan itu pergi ke suatu tempat. Menemui dukun yang katanya sakti itu. 

Setelah mengikuti antrean yang cukup panjang, akhirnya tiba giliran Ningsih masuk ke dalam ruang praktik sang dukun. Usai berbincang seperlunya, sang dukun yang penampakannya lebih tua sedikit dari Rambat meminta Ningsih untuk duduk membelakanginya dan menaikkan kemeja bagian belakangnya setinggi satu jengkal. 

"Loh, kenapa harus membuka baju segala, Mbah?" Ningsih mulai curiga. Jangan-jangan yang dihadapinya ini dukun cabul?

"Tenang Mbak Sih. Sayahanya ingin mentransfer energi positif  ke dalam tubuh Mbak Sih. Kalau terhalang pakaian, bagaimana energi positif itu bisa masuk?" Mbah dukun berkilah.

Meski agak risih akhirnya Ningsih menaikkan juga kemejanya. Seketika mulut Mbah dukun ternganga.

"Wah! Tahi lalat di pinggang inilah penyebab suami Mbak Sih suka berselingkuh," sang dukun menyentuh tahi lalat sebesar biji sawi yang menempel tepat di bagian pinggang kiri Ningsih. Disentuh begitu Ningsih menggelinjang kegelian. Buru-buru ia menurunkan kembali kemejanya. 

"Lalu apa solusinya,Mbah? Masa saya harus membuang tahi lalat bawaan sejak lahir ini?" Ningsihb erbalik badan. Menatap Mbah dukun dengan pandang mata memelas. 

"Tidak perlu sampai seperti itu." Mbah dukun memberatkan suaranya.

"Jadi---mesti pakai cara yang itu, ya Mbah?" Ningsih bertanya was-was.

"Cara yang mana?"

"Cara ekstrim. Mematikan 'burung' suami," Ningsih menjawab ragu-ragu.Ia teringat kata-kata Yu Ginah.

"Cara itu sudah lama saya tinggalkan.Terlalu kuno! Ini ada cara lain yang lebih canggih, praktis dan efisien."

Si Mbah dukun lalu berdiri, berjalan menuju lemari di sudut ruangan. Ningsih menunggu dengan dada berdebar. Ia tak sabar ingin segera mengetahui solusi apa yang hendak dikatakan oleh Mbah dukun.

Dan Ningsih pun mengernyit alis ketika melihat Mbah dukun membawa setumpukan celdam aneka warna.

"Ini inovasi terbarusaya, Mbak Sih. Asli rancangan saya sendiri," Mbah dukun menjereng celdam-celdam itu di atas meja sebagai sampel. Mata Ningsih spontan terbelalak. 

Celdam-celdam itu bentuknya unik. Pada bagian depan ada kantung menggelembung yang disinyalir sebagai tempat bersemayam 'burung'. Di bagian tengah kantung tersebut dipasangr esleting yang dilengkapi dengan gembok kecil.

"Suruh Rambat pakai celana dalam ini. Jangan lupa pasang gemboknya. Mbak Sih yang simpan kuncinya. Dijamin 'burung' Rambat tidak bakal mabur sembarangan." 

Usai membayar ongkos konsultasi serta harga selusin celdam, Ningsih pamit keluar menemui Yu Ginahyang terkantuk-kantuk di ruang tunggu.

"Dapat jimat apa dari Si Mbah, Sih?" Yu Ginah bertanya kepo.

"Dapat ini, Yu. Celdam bergembok," Ningsih menjawab riang. Yu Ginah terlihat ikut senang. Perempuan yang sudah tiga tahun ditinggal mati suaminya itu dengan suka rela membantu membawakan tumpukan celdam dari Mbah dukun untuk dibawa pulang.

***

Esoknya, pagi-pagi sekali Yu Ginah bertandang ke rumah Ningsih. 

"Gimana Sih? Rambat aman?"

"Alhamdulillah Yu. Semua baik-baik saja. Sampai detik ini celdam bergembok masih belum terbuka. Sebab aku lagi datang bulan," Ningsih tersipu. 

"Syukurlah, Sih. Tapi nganu, aku lupa menyampaikan ini. Kunci dari Mbah dukun kemarin terbawa olehku. Dan semalam Rambat diam-diam datang ke kamarku. Minta tolong aku membukakan gembok celdamnya..." Yu Ginah pun ikut tersipu. 


Tamat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun