Mohon tunggu...
Eleana Deva Ariijia
Eleana Deva Ariijia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fisika Universitas Airlangga

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Wacana Hukuman Pidana Mati: Upaya Terakhir dalam Memberantas Kasus Korupsi

5 Juli 2022   00:25 Diperbarui: 5 Juli 2022   10:19 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu bentuk permasalahan nyata yang kini tengah marak terjadi di berbagai belahan dunia adalah korupsi. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh lembaga swadaya masyarakat anti-korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2021 telah tercatat sebanyak 209 kasus mengenai tindak pidana korupsi . 

Jika ditelaah lebih dalam, pemaknaan korupsi dapat diartikan sebagai suatu tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan tertentu dalam upaya memperoleh keuntungan sebesar-sebesar untuk kepentingan pribadi . 

Korupsi tidak hanya merugikan sebuah lembaga atau instansi terkait, tetapi juga merugikan banyak pihak lainnya karena tindak korupsi tersebut secara tidak langsung telah mengambil hak-hak yang sepantasnya didapatkan sebagai seorang manusia.

Dewasa ini, kejahatan korupsi tersebut telah dikategorikan sebagai suatu kejahatan luar biasa atau dikenal dengan extra ordinary crime. 

Dengan ditetapkannya tindak pidana korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan luar biasa, maka tentu diperlukan pula kebijakan hukum yang secara mutlak mengatur segala bentuk hal yang terkait dengan tindak pidana korupsi . Sejalan dengan pernyataan tersebut, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej, melontarkan sebuah pernyataan bahwa tindak pidana korupsi layak untuk dijatuhi hukuman mati . 

Pernyataan tersebut didasari oleh mencuatnya salah satu kasus tindak  pidana korupsi yang dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara yang dinilai telah merugikan masyarakat serta bangsa Indonesia. Wacana hukuman mati tersebut, kini telah kembali merusak di kalangan masyarakat, berbagi respon telah hadir dalam ruang diskusi masyarakat Indonesia. 

Pemutusan penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi tidak hanya semata- mata dipandang sebagai sebuah keputusan, melainkan sebagai upaya dalam memberi suatu efek jera bagi pelaku. 

Selain itu, beberapa strategi pemberantasan korupsi seperti upaya pencegahan (preventif), pengusutan (detektif), dan penjatuhan pidana (represif) nyatanya belum memaparkan hasil yang maksimal, sehingga dengan adanya kebijakan mengenai penjatuhan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi, diharapkan dapat menjadi pilihan terakhir yang dapat dilakukan dalam upaya memberantas tindak korupsi di Indonesia.

 Namun, kajian terkait penjatuhan hukuman pidana mati terhadap para pelaku tindak pidana korupsi, perlu ditelaah lebih dalam lagi dari berbagai sudut pandang karena dalam pemutusan tersebut diperlukan suatu landasan yang secara kuat dapat mendasari adanya kebijakan tersebut.

Di sisi lain, Ahmad Taufan Damani selaku Ketua Komnas HAM RI berpendapat bahwa hukuman mati bukanlah satu-satunya solusi yang dapat dilakukan untuk memberikan suatu efek jera bagi pelaku. Jika dilihat dari sudut pandang HAM, penjatuhan hukuman mati tersebut faktanya bertentangan dengan salah satu hak asasi mendasar yang dimiliki seseorang, yakni hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. 

Dalam sebuah data yang dikemukakan oleh Indonesian Corruption Watch, negara-negara seperti Denmark Selandia Baru, Finlandia, Swedia dan Switzerland yang dikenal telah cukup lama menghapuskan hukuman mati bagi pelaku pidana korupsi, nyatanya kini memiliki indeks persepsi korupsi yang cukup baik yakni berkisar di antara 85-87 . Pernyataan tersebut memperkuat gagasan bahwa tidak korelasi antara penjatuhan hukuman mati dengan adanya penurunan kasus dari tindak pidana korupsi yang terjadi di suatu negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun