Mohon tunggu...
Ela Nurlaela Komarasari
Ela Nurlaela Komarasari Mohon Tunggu... -

Mantan Fungsionaris sebuah parpol Islam, mantan Reporter media lokal, sekarang PNS di sebuah Instansi Pemerintah dan sedang berjuang untuk mengejar study S3.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Suami Takut Isteri, Menggelikan Atau Mengerikan?

25 Mei 2014   17:51 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:07 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Isu suami takutIsteri, barangkali selama ini hanya dijadikan sebagai bahan guyonan /ledekan orang saja. Misalnya ada yang memberi julukan anggota ISTI (Ikatan Suami Takut Isteri) atau ISTIKOMAH ( Ikatan Suami Takut Isteri Kalau Ada di Rumah) bagi para suami yang memang dalam kesehariannya sangat takut pada isterinya. Dulu bahkan sempat ada cerita komedi “Suami-suami Takut Isteri” yang ditayangkan di sebuah stasiun televise swasta. Sungguh menggelitik rasanya ketika melihat Pria-pria gagah perkasa atau pria-pria hidung belang yang cuma terlihat gagah berani saat berada di luar rumah saja. Pada saat posisinya sudah masuk ”kandang” ternyata sangat takut pada isterinya meski secara fisik penampilan isterinya lemah gemulai. Apalagi yang isterinya memang terkesan “sangar”, Sang suamipun bertekuk lutut padanya.

Sementara dalam kehidupan nyata, sungguh jauhberbeda.Sama sekali jauh dari kesan lucu, bahkan saya sendiri melihat fenomena suami takut isteri ini sebagai suatu hal yang sangat memprihatinkan walaupun mungkinbagi sebagian orang dianggap sebagai hal yang biasa. Padahal kalau kita coba kaji lebih dalam, ini bukan hal sepele, tapi hal yang cukup serius untuk dijadikan bahan pemikiran bersama.

Jika ada suami yang takut pada isteri karena memiliki banyak kelebihan dibanding dirinya, mungkin masih bisa dimaklumi walaupun kurang tepat. Misalnya Isteri lebih tinggi dalam status sosial,pendidiikan ataupun pekerjaan (penghasilan) sehingga suami merasa sedikit minder. Tapi jika Isteri lebih rendah segalanya dibanding suami dan suami sangat takut pada isterinya, memang agak aneh juga. Tapi realitanya kejadian seperti ini justru banyak saya temui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ada seorang pria terpandang dan berpendidikan tinggi yang mempunyai isteri lulusan SD dan berasal dari keluarga tak mampu, tapi dia sangat takut, taat/patuh pada isterinya

Jika ketakutan suami pada isteri ini diitunjukan dengan sikap banyak mengalah demi kebaikan bersama dengan tujuan menghindari pertengkaran atau karena berniat menghormati pendapat isteri, ini bisa diterima. Tapi kalau suami terus mengalah dan membiarkan isterinya merasa diri paling benar, terus mendikte suami untuk selalu mengikuti kemauannya atau menuntut suami untuk mengambil keputusan yang tidak rasional/merugikan banyak pihak, ini yang bahaya !

Sejujurnya harus saya akui bahwa pengalaman pertama dalam hidup saya melihat seorang suami yang sangat takut pada isterinya, memang buruk sekali. Waktu itu sekitar tahun 1985, salah seorang kerabat saya (Pria beranak 3) tiba-tiba tergoda oleh seorang wanita yang berjualan nasi di depan kantornya. Entah bagaimana awal ceritanya, tiba-tiba dia memutuskan untuk berhenti kerja dan meninggalkan anak isterinya begitu saja lalu menikah dengan wanita itu yang notabene barangkali tamat SD pun tidak dan (maaf) buruk rupa pula. Tapi pengaruhnya sugguh luar biasa dahsyat. Sejak menikah dengan wanita itu, kerabat saya dijauhi oleh orang tua, saudara-saudara tak terkecuali oleh anak-anaknya dari isteri yang pertama. Dia dijauhi karena perangainya berubah drastis menjadi sangat buruk karena pengaruh isteri barunya itu. Jika sebelumnya dia berjiwa penyayang dan penyabar, sekarang malah tak segan-segan mengacungkan golok pada siapapun yang mengusik isterinya. Sementara sang isteri sangat pandai mengadu-domba dan memutarbalikan fakta sehingga kerap terjadi pertengkaran hebat antara sang suami dan keluarganya. Dari mulai menikah sampai sekarang (sudah 29 tahun) dia juga terus menuntut harta warisan dari orang tuanya atas desakan isterinya. Entah sudah berapa banyak tanah dan uang yang diberikan kepadanya, tapi tak pernah cukup bahkan habis karena dia jual dan uangnya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah habis, dia minta lagi. Begitu terus selama berpuluh-puluh tahun lamanya.

Dalam pergaulan sehari-haripun, saya melihat tak sedikit teman laki-laki yang (diakui atau tidak, disadari atau tidak) takut pada isterinya dan banyak teman perempuan yang ditakuti oleh suaminya. Saya sempat terbelalak kaget mendengar cerita teman perempuan yang setiap pagi katanya disediakan sarapan, dibuatkan susu, disiapkan tas kerja dan dipanaskan kendaraan oleh suaminya sebelum berangkat kerja. Pakaian dan piring kotorpun setiap hari selalu dicucikan oleh suaminya. Padahal suaminya juga bukan pengangguran, sama-sama bekerja dan berpendidikan tinggi pula. Tapi untuk kasus yang satu ini, saya tidak bisa mengatakan apakah ini sebuah bentuk ketakutan pada isteri atau justeru ini manifestasi dari sebuah kepedulian dan kasih sayang yang tinggi terhadap isteri.

Demikian juga dalam lingkungan kerja, kerap saya temui Pejabat yang takut isteri. Kalau ketakutannya itu hanya berlaku saat berada di dalam rumah saja, mungkin tak jadi persoalan. Tapi kalau sudah menyangkut kedinasan, apalagi yang menyangkut sebuah kebijakan dan sang isteri ikut campur di dalamnya, ini yang membahayakan. Ada satu kejadian lucu ketika pimpinan saya akan mengadakan Rapat Koordinasi lintas instansi,tiba-tiba beliau dipanggil oleh Bupati karena ada hal yang sangat urgen sekali sehingga seluruh agenda hari itu dibatalkan. Lucunya, Si Isteri lah yang mengumumkan pembatalan itu dan Si isteri pula yang menentukan kapan agenda itu akan dilaksanakan kembali.

Pejabat yang takut isteri memang sudah menjadi rahasia umum. Saya pernah melihat seorang politisi level nasional yang sangat lantang berbicara di hadapan publik, tiba-tiba menjadi speechless saat berada di dekat isterinya. Kemudian berubah menjadi si isterilah yang dominan menguasai pembicaraan. Dalam lingkungan militer bahkanada lelucon yang bunyinya kurang lebih seperti ini : Kopral takut sama Sersan, Sersan takut sama Kapten, Kapten takut sama Kolonel, Kolonel takut sama Jenderal, Jenderal takut sama ISTERI. Fenomena suami takut isteri ini sepertinya memang sudah sedemikian mendunianya. Orang paling intelek sekalipun, terkadang bisa bertindak tidak rasional/konyol saat dia takut pada isterinya. Entah bagaimana asal-muasalnya sampai seorang Presidenpun sudah bisa dipastikan takut pada isterinya. Padahal kalau boleh saya katakan : setinggi apapun jabatan seorang suami, akan JATUH WIBAWANYA ketika sedang berada di tempat umum terlihat tunduk pada isterinya. Jadi kalaupun dengan sangat terpaksa harus takut pada isteri, cukuplah sebatas di dalam rumah saja, jangan terlihat di depan umum karena itu akan menjatuhkan wibawa suami walaupun mungkin ada sebagian isteri yang justru bangga bila semua orang tahu bahwa suaminya sangat takut pada dia.

Satu hal unik yang ada dalam keluarga besar saya, tak ada satu orangpun Wanita dalam keluarga saya yang berstatus sebagai seorang isteri, ditakuti oleh suaminya. Bukan karena kami lemah, tapi karena kami terlanjur meyakini bahwa (mohon maaf) hanya suami bego’ yang takut pada isteri. Jadi barangkali karena tak mau disebut punya suami bego’, maka tidak ada satu orangpun dari kami yang dominan terhadap suami. Semua menjadi isteri penurut dan taat padaa suami. Terlepas dari alasan itu, penyebab ketaatan kami pada suami yang utama tentu saja atas dasar ketaatan kami pada Allah SWT dan Rasulullah SAW yang telah memerintahkanseorang isteri untuk taat pada suami selama suaminya itu tidak menyuruh untuk melakukan perbuatan yang mengingkari Allah SWT.

Sebaliknya pria dalam keluarga besar saya yang berstatus sebagai suami, justeru 80%takut pada isterinya. Hanya satu dua orang saja yang bisa bersikap tegas pada isteri, yang lain ‘kalah’ semua. Barangkali karena alasan inilah, kami tak menyukai isteri yang terlalu dominan pada suami. Karena kami melihat contoh yang nyata, hampir tidak ada sisi positifnya sama sekali.Si A selalu dikejar-kejar warisan oleh isterinya, Si B setiap waktu selalu diperbudak oleh isterinya, Si C dalam setiap gerak dan langkahnya selalu diatur oleh isterinya (sampai kami bilang : tarikan nafasnyapun diatur oleh isterinya ). Sungguh tak enak sekali melihat kondisi seperti itu Tapi anehnya si suami sepertinya nyaman-nyaman saja, bahkan sangat menikmati kondisii seperti itu dan justeru merasa jadi keluarga paling harmonis. Ironis banget.Saking penasarannya, saya pernah mencoba berdialog dengan beberapa orang pria yang disinyalir takut isteri. Ternyata ada yang mengakuinya dengan alasan BUKAN TAKUT, tapi malas bertengkar saja. Jadi cari aman dengan cara mengalah saja,. Ada juga yang tidak mengakui sama sekali.

Anak-anak yang dididik dan diibesarkan dalam lingkungan keluarga yang notabene Si Ayah takut pada ibunya, biasanya pada saat dewasa nanti, mereka juga akan meniru pola-pola yang diterapkan oleh orang tuanya dulu. Anak perempuannya kelak akan dominan terhadap suami dan anak laki-lakinyaakan cenderung lemah, banyak mengalah pada isterinya. Bahayanya, kondisi seperti ini bisa terus berlangsung secara turun temurun. Satu contoh, dulu saya sempat menginap di rumah saudara laki-laki. Saat saya bangun Shubuh, Si suami sudah sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sementara isterinya masih tidur nyenyak. Saat dia terjaga, semua pekerjaan sudah selesai. Saat hari agak siang dan Si Isteri akan berangkat ke suatu tempat, dia terlebih dahulu memberikan serangkaian perintah pada suaminya sambil melemparkanbaju kotor ke arah suaminya. Dengan sigap, Si suami menangkap baju kotor itu sambil berdiri tegap dan memberi isyarat hormat pada isterinya: “Siap, Komandan!”

Sebuah candaan yang sungguh terasa menyesakan dada bagi saya yang melihatnya saat itu. Padahal saudara saya itu seorang Pejabat BUMD yang disegani masyarakat dan berasal dari keluarga terpandang. Sekarang mereka sudah mempunyai banyak menantu dan anak perempuannya memperlakukan suaminyasama persis seperti sikap ibunya terhadap ayahnya selama ini. Saat suaminya sudah berpakaian rapi hendak berangkat kerja, dia dipaksa untuk melepaskan bajunya hanya karena ada sprei yang ketinggalan belum dicuci.

Idealnya, seorang isteri memang harus taat pada suami tapi suamipun tidak boleh berbuat sewenang-wenang terhadap isteri. Sabda Rasulullah SAW :”Semulia-mulianya laki-laki adalah mereka yang memuliakan kaum perempuan dan sehina-hinanya laki-laki adalah mereka yang menghinakan kaum perempuan”. Menurut Nabi pula, bukan termasuk umatku barangsiapa yang tidak menghormati wanita karena Ajaran Islam sangat memuliakan kedudukan seorang wanita.

Sesungguhnya bila semua orang menyadari, seorang isteri bisa dijamin masuk surgaatau dengan mudah bisa masuk neraka tergantung bagaimanaia bersikap terhadap suaminya. Jika ia taat dan patuh terhadap suaminya dengan sepenuh hati, maka surgalah jaminannya. Sebaliknya jika ia durhaka terhadap suaminya, maka nerakalah tempatnya kelak.Jadi jika anda sebagai seorang suami, jangan membiarkan isteri anda masuk neraka. Tegurlah bila dia salah dan jangan turuti keinginannya bila memang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Jangan pernah takut pada isteri, karena anda adalah IMAM, nakhoda dalam sebuah biduk rumah tangga, jadi andalah penentu kebijakan/pengambil keputusan, bukan isteri anda !

Kisah Rasulullah SAW dulu memang banyak membantu meringankan pekerjaan isterinya. Bahkan konon katanya sebagai seorang suami, Rasulullah SAW diriwayatkan sering mengerjakan seluruh pekerjaan rumah-tangga dari mulai berbelanja ke pasar, memasak, mencuci dsb. Jika ada suami masa kini yang ingin mengikuti contoh Rasulullah SAW memang baik, tapi niat/keinginan itu harus datang dari diri sendiri, bukan karena takut atau diperintah oleh isteri. Saya sendiri sungguh sedih rasanya bila melihat seorang suami yang dibentak-bentak atau disuruh-suruh oleh isterinya di depan umum, bahkan kasarnya bisa dikatakan diperbudak oleh isterinya. Padahal itu artinya sama dengan merendahkan martabat suami.

Jika anda sebagai seorang isteri, sehebat apapun posisi anda saat ini, tetap harus menghormati suami.Kewajiban anda adalah taat pada suami, bukan suami yang harus taat pada anda. Seorang isteri wajib mengingatkan suami pada saat dia lupa atau berbuat salah. Harus pula memberi saran/masukan demi kebaikan bersama. Tak lupa juga untuk selalu menjadi penyejuk hati suami saat dia lelah, susah atau dirundung masalah.Tapi dalam mengambil suatu keputusan, suamilah yang lebih berhak menentukan. Anda sebagai makmum, harus mengikuti Imam, bukan sebaliknya. Jangan sampai sebutan suami sebagai “Imam dalam keluarga” hanya sebatas lips service semata atau sekedar mengikuti tren saja, tapi benar-benar harus sesuai dengan kenyataan. Jika seorang isteri taat pada suami, walaupun pada awalnya ia ragu dengan langkah yang diambilnya, insya Allah cepat atau lambatpasti ada kebaikan yang menyertainya. Intinya, jadilah seorang isteri sesuai dengan TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) nya, jangan sampai menyimpang dari ketentuan yang ada. Jadilah isteri shalehah yang selalu menjunjung tinggi kehormatan suami.

Bila kita kaji lebih dalam, sesungguhnya ada beberapa dampak buruk yang disebabkan oleh sikap isteri yang terlalu dominan pada suami yaitu :

1.Bila di luar batas kewajaran termasuk dosa

2.Bisa menjatuhkan wibawa suami

3.Merusak tatanan rumah-tangga

4.Lebih jauh bisa meretakan hubungan baik dengan keluarga suami

5.Bila berkaitan dengan kedinasan/ kepentingan umum dinilai kurang etis

6.Secara tidak langsug memberi contoh buruk terhadap anak dll

Menurut Guru ngaji saya, sebenarnya kunci rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah itu sederhana saja yaitu : Suami harus SAYANG dan BERTANGGUNGJAWAB terhadap isteri dan isteri harus TAAT terhadap suami. Sedangkan terhadap anak, cukup beri KASIHSAYANG dan CONTOH YANG BAIK saja.Kalimat yang sederhana tapi mengandung sejuta makna.Betapa indahnya bila dalam menjalani hidup ini kita saling menghormati dan menyayangi diantara sesama, Terlebih bila hal itu diterapkan dalam sebuah keluarga. Yang tua wajib menyayangi yang muda dan yang muda wajib menghormati yang tua. Suami menyayangi isteri dan isteri menghormati suami serta bisa menempatkan posisi suami sesuai dengan kapasitasnya sebagai kepala keluarga.

Semoga kita semua termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang bisa menjadi TUNTUNAN bagi banyak orang dengan segala kebaikannya, bukan menjadi TONTONAN banyak orang karena semua kejelekannya. Amiin yaa rabbal alamiin.

Wallahu a’lam bisshawwab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun