Mohon tunggu...
elangyk98
elangyk98 Mohon Tunggu... Penulis - enterprenuer

Lahir di kota Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi antara Tokoh Pro Demokrasi dengan Tokoh Islam Radikal

9 Desember 2016   04:47 Diperbarui: 9 Desember 2016   04:57 2283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: welogo.blogspot.co.id

Baru-baru ini  dikejutkan dengan berita ditangkapnya 11  orang yang dianggap hendak melakukan makar terhadap pemerintah Indonesia.  Ke-11 tokoh tersebut memang akhir-akhir ini sering melakukan manuver politik untuk menggulingkan pemerintah yang sah di bawah Pemerintahan Jokowi dan JK.

Penulis tidak akan mengupas satu-persatu tentang  ke-11 orang ditangkap oleh Kepolisiian, karena sudah banyak dibahas di tulisan atau artikel lainnya, namun yang menonjol saja yang akan penulis singgung di artikel ini

Sri Bintang Pamungkas, siapa yang tidak kenal dengan orang ini, populer sebagai orang yang sangat vokal  sejak zaman Orde Baru. Meskipun sebagai  adik dari Sri Edi Swasono  yang mempunyai jabatan di pemerintahan, tidak menghalangi dirinya untuk berseberangan dengan Pemerintahan Orde baru.  Sri Edi swasono merupakan menantu dari Bung Hatta, wakil Presiden RI pertama dan saat itu mempunyai kedudukan sebagai ketua dewan Koperasi  Indonesia (1988).  Dalam bukunya tentang Demokrasi Ekonomi kerakyatan, pemikiran Sri Bintang Pamungkas banyak diilhami cara berpikirnya demokrasi Ekonomi Soekarno. 

Rahmawati Soekarno, salah satu pendiri dari Universitas Bung Karno, putri dari Bung Karno ini memang berseberangan dengan kakaknya Megawati Soekarnoputri. Salah satu yang membedakan adalah persoalan amandeman UUD 1945, Rahmawati menolak amandemen sebaliknya tidak bagi Megawati.  Rupanya pemikiran Rahmawati  menjadi inspirasi para tokoh dalam pertemuan di Universitas Bung Karno  pada tgl 1 Desember 2016 untuk meminta sidang istimewa MPR dan mengembalikan UUD 1945 kembali ke versi aslinya. 

Rahmawati Soekarnoputri (RSP) beranggapan bahwa amandemen UUD 1945 mengakibatkan Negara RI menjadi negara yang liberal dan kapitalistik di bidang ekonomi dan Politik. RSP menyampaikan pentingnya negara kembali menggunakan naskah asli UUD 1945 untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang diakibatkan sistem politik dan ekonomi liberal.  

Namun sayangnya, kemungkinan karena usahanya tidak mendapat tanggapan dari masyarakat Indonesia, kelompok Rahmawati Soekarnoptri diantaranya  Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein dan lain-lain, memanfaatkan Gerakan Bela Islam 3 untuk melaksanakan tujuannya. Maka Tiada lain dengan mengadakan koalisi dengan tokoh-tokoh  atau ulama yang bediri di belakang Gerakan Bela Islam 3 siapa lagi kalau bukan Habiib Rieziq dan kawan-kawannya. Dua kelompok yang memiliki  ideologi yang berbeda  saling berkoalisi untuk menjatuhkan Pemerintahan yang sah.

Rahmawati Soekarnoputri , Sri Bintang Pamungkas dan lain-lain yang pemikirannya lebih Nasionalis dan demokrasi Kerakyatan serta bertujuan kembali Ke –UUD 1945, penulis anggap sebagai kelompok pro demokrasi,  berkoalisi dengan tokoh gerakan Islam yang  mempunyai maksud menjadikan Negara RI  sebagai  Negara Syariah, Negara  yang dasar hukumnya  adalah hukum agama, penulis sebut  kelompok Radikal. Karena perjuangan  mereka selama ini selalu mengedepankan pemaksaan kehendak dan pengerahan massa untuk menyampaikan pendapat.

Habib Rizieq ingin menjadikan negara RI menjadi negara  berlandaskan pada hukum agama. Kotbahnya  sebagai imam pada Gerakan Bela Islam 3,  menyatakan bahwa Hukum Allah atau Hukum agama letaknya  lebih tinggi daripada konstitusi atau UUD 1945. Hukum Allah adalah Hukum yang paling sempurna  dan tiada satupun di dunia ini yang  bisa menghalanginya, termasuk konstitusi UUD 1945.  Konstitusi Negara seperti dasar negara Pancasila dan UUD 1945 akan diterima bila tidak bertentangan dengan hukum Islam, Bisa di lihat di sini

Padahal  kita tahu bahwa UUD 1945 tidak semua isinya identik dengan Hukum dalam kitab suci versi Habib Rizieq. Bahkan Pancasila versi Rizieq berbeda dengan Pancasila  versi Rahmawati Soekarnoputri maupun versi yang diakui sekarang. Pancasila menurut pemahaman pimpinan FPI adalah Pancasila Piagam Jakarta, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.  Sila Pertama  merupakan sila yang paling tinggi kedudukannya dan memberikan kedudukan yang sangat istimewa dibandingkan sila-sila yang lainnya. Sila yang lain hanya dianggap sebagai sila tambahan saja.

 Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia yang dipahami saat ini, dalam kehidupan bernegara dan berbangsa,  setiap sila dalam Pancasila mempunyai kedudukan yang  berimbang dan tidak berat sebelah atau menonjolkan  salah satu sila saja.  Bahkan Prof DR Notonagoro, dalam pokok-pokok pikiran  Tentang Pancasila, menyatakan bahwa  sila-sila dalam Pancasila saling menjiwai satu sama lain dan berimbang  tidak mengalahkan satu sama lain. Berbicara tentang Ketuhanan, maka harus berbicara juga tentang kemanusian, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Ke lima  Sila tidak dapat dipisahkan secara mandiri.

Untuk menggambarkan hubungan masing-masing sila dalam Pancasila,  penulis akan membuktikan logika berpikir yang salah dari Habib Riezig dan kelompoknya tentang  makna toleransi dengan menggunakan sila-sila dalam Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun