Mohon tunggu...
Elang ML
Elang ML Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Univeristas Indonesia 2016

Mahasiswa yang kadang-kadang menulis artikel.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Memasukan Pasal Zina Ke RUU P-KS, Tepatkah?

23 September 2020   14:28 Diperbarui: 23 September 2020   14:46 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi mendujung RUU P-KS:Liputan6.comRUU PKS, Lindungi Korban dari Sikap Aparat Hukum yang Melecehkan ...

Dalam pandangan penulis. Terdapat perbedaan yang kontras antara bagaimana Hukum Islam mengatur mengenai perzinahan dan kekerasan seksual. Ketika sesorang mengaku diperkosa maka orang tersebut tidak diwajibkan untuk membawa empat orang saksi, dan diancam dengan hukuman apabila tudingannya tersebut salah. Sementara dalam kasus zina membawa empat orang saksi menjadi hal yang wajib, kalau tidak maka pelapor diancam dengan hukuman.

Bagaimana Umar dan Nabi Muhammad memperlakukan perempuan yang mengaku diperkosa, dalam pandangan penulis juga sangat menarik. Dimana keduanya sebagai Ulil Amri bertindak secara pro-aktif untuk membantu korban dalam pembuktian dugaan pemerkosaan. Apabila kita bandingkan dengan kasus perzinahan, penulis tidak menemukan ada indikasi bahwa Ulil Amri perlu bertindak secara Pro-Aktif untuk membuktikan laporan tersebut, justru dalam beberapa literatur ketikapun terdapat pengakuan, si yang mengaku tetap diminta untuk mengaku tiga kali lagi. Selain itu, dalamalam kasus periznahan yang melakukan tuduhanlah yang diwajibkan untuk mendatangkan saksi-saksi untuk membuktikan dalil-dalilnya.

Perbedaan Kekerasan Seksual & Zina

Perdebatan mengenai apakah zina dan Pemerkosaan merupakan ranah hukum yang sama dalam persepektif Islam merupakan perdebatan yang menarik. Dalam pemahaman penulis, zina membahas mengenai hubungan sex di luar nikah atau di dalam pernikahan, sementara kekerasan seksual membahas mengenai apakah hubungan secara paksa atau tidak. Sebagaimana telah dibahas, hukum Islam tidak menghendaki hubungan sex di luar nikah maupun hubungan seksual secara paksa.

Namun apakah hubungan seks dalam pernikahan otomatis secara serta merta merupakan tindakan yang sah terlepas dilakukan secara paksa atau tidak? Berdasarkan beberapa literatur ilmiah yang penulis pernah rangkum dalam artikel sebelumnya, jawabannya adalah tidak. Sebab salah satu prinsip penting dalam hubungan suami-istri adalah musyarah bi al mar'ruf sehingga pemaksaan tidak dibenarkan. Dengan demikian, status perkawinan tidak relevan dengan kekerasan seksual, sebab dalam perkawinanpun tetap mungkin terjadi kekerasan seksual.

 

Mengutip Hasmila, dalam Hukum Islam pemerkosaan bukan merupakan sub kategori zina, sebagaimana dijelaskan dalam skripsinya:

 

...Selain itu, maliki hakim ibnu 'arabi' menceritakan sebuah kisah dimana kelompok diserang dan seorang wanita dipartai mereka diperkosa. Menanggupi argumen bahwa kejahatan itu merupakan hirdbah karena uang tidak diambil dan tidak ada senjata yang digunakan, ibnu 'arabi' menjawab dengan marah bahwa " hirdbah dengan bagian pribadi" adalah jauh lebih buruk dari pada hirdbah melibatkan pengambilan uang, dan siapapun lebih suka dikenakan yang terakhir dari mantan.

Kejahatan perkosaan diklasifikasikan bukan sebagai sub kategori 'zinah' (konsensus perzinahan) melainkan sebagai kejahatan yang terpisah kekerasan dibawah hirdbah. Kalsifikasi ini adalah logis, sebagai 'mengambil' adalah milik korban (otonomi seksual korban pemerkosaan itu) dengan kekerasan. Dalam islam, otonomi seksual dan kesenangan adalah hak dasar perempuan dan laki-laki (ghazali), mengambil dengan paksa hak seseorang untuk mengontrol aktifitas seksual dari tubuh seseorang dengan demikian merupakan bentuk hirdbah.

Perkosaan sebagai hirdbah adalah kejahatan kekerasan yang menggunakan hubungan seksual sebagai senjata. Fokus dalam peuntutan hirdbah adalah pemerkosa terdakwa dan niat dan tindakan fisik, dan tidak menebak-nebak persetujan korban pemerkosaan. Hirdbah tidak memerlukan 4 orang saksi untuk membuktikan pelanggaran, bukti, data medis, dan bentuk kesaksian ahli bukti yang digunakan untuk menuntut kejahatan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun