Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nazaruddin Senjata Pamungkas Moeldoko Pukul Mundur Keluarga Cikeas?

13 Maret 2021   13:36 Diperbarui: 13 Maret 2021   14:04 3242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


DUALISME kepemimpinan di tubuh Partai Demokrat menjadi isu panas pada percaturan politik tanah air, dalam beberapa waktu belakangan. Adu kekuatan di antara dua kubu, baik AHY maupun Moeldoko tak terhindarkan, keduanya terus berupaya mempertahankan klaim kepengurusan partai dan kekuasaannya masing-masing. 

Terbaru, kubu AHY menggandeng mantan pimpinan KPK, Bambang Widjoyanto, untuk dijadikan kuasa hukum dalam upayanya menggugat hasil KLB Partai Demokrat Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (5/3/21). 

Upaya kubu AHY dalam mempertahankan kekuasaannya tersebut bukan pertama kali. Sebelumnya, mereka juga pernah mendatangi Kantor Kemenkumham. Mereka menyerahkan berkas-berkas terkait keabsahan kepengurusan Partai Demokrat kepada Kemenkumham, serta membawa bukti-bukti lain bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar kubu Moeldoko adalah ilegal. 

Tidak itu saja, upaya lain yang kubu AHY lakukan adalah dengan bergerilya-nya narasi-narasi Andi Mallarangeng dan beberapa petinggi Partai Demokrat lainnya seperti Sekretaris Jendral (Sekjen) Teuku Riefky Harsa, dan Wasekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon, di hampir semua acara berita televisi nasional maupun media massa lainnya. 

Sebaliknya, dari kubu Moeldoko pun tak mau ketinggalan. Mereka juga terus meyakinkan publik bahwa KLB yang mereka gelar adalah syah dan konstitusional sesuai dengan AD/ART tahun 2005 sebagai landasan Partai Demokrat yang sebenarnya. Menurut mereka, AD/ART yang dibuat pada tahun 2020 sarat dengan manipulasi. 

Kemudian, sebagai pembuktian lainnya, kubu Moeldoko pernah mengungkapkan bahwa Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukanlah pendiri partai. Hal ini dijelaskan ke publik dengan memperlihatkan langsung bukti rekaman video pernyataan SBY yang mengakui bukan pendiri partai. 

Selain itu, tak sedikit yang menduga bahwa kubu Moeldoko juga telah menyiapkan senjata pamungkas untuk mengalahkan kubu AHY, dan akan dipergunakan pada waktu yang benar-benar tepat. Senjata pamungkas tersebut ada dalam diri Muhamad Nazaruddin. 

Anggapan bahwa Muhamad Nazarudin sebagai senjata pamungkas yang telah disiapkan kubu Moeldoko mencuat setelah cuitan mantan petinggi Partai Demokrat loyalis Anas Urbaningrum, yakni Gede Pasek Suardika cukup menyita perhatian. Dalam cuitan di akun twitter pribadinya, Kamis (11/3/21), Pasek mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhirnya akan menjadi medan pertarungan antara kubu AHY dengan kubu Moeldoko. Dia memprediksi, kubu Moeldoko sedang dan akan memukul kubu keluarga Cikeas atau Partai Demokrat kubu AHY dengan menggunakan tangan Nazaruddin. 

Masuk akal juga peryataan Pasek tersebut. Bagaimanapun, Muhamad Nazaruddin adalah mantan bendahara umum Partai Demokrat yang sempat divonis bersalah atas tuduhan korupsi mega proyek wisma atlet di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. 

Sejatinya keberadaan Nazaruddin akan membuat Moeldoko risih, namun demi sebuah strategi dalam memenangkan pertarungan melawan kubu AHY, segalanya bisa terjadi. Nazaruddin memang bisa jadi dimanfaatkan untuk memukul mundur lawannya dengan cara mengungkap segala data dan fakta korupsi yang melibatkan keluarga Cikeas. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahab. Dia meyakini, kemunculan Nazaruddin di kubu Moeldoko bukan sekadar dijadikan senjata pamungkas untuk menggertak atau mengancam. 

"Nazaruddin juga bisa digunakan untuk menebas. Dan, kalau itu dilakukan oleh kubu Moeldoko, pastinya akan sangat mematikan apabila tebasannya didukung dengan pedang yang tajam," kata Fadhli. Dikutip dari Sindonews.com. 

Meski begitu, Fadhli mengutarakan, keberadaan Nazaruddin tidak ada relevansinya jika dikaitkan dengan keabsahan Partai Demokrat kubu AHY. Namun, bakal cukup mengganggu konsentrasi dan melemahkan saja. Sebab, kata dia, masih dikutip dari Sindonews.com, yang dirusak bukan berkas atau dokumen keabsahan Demokrat kubu AHY, tetapi mental dan reputasi. Lantaran, bukan mustahil nyanyian Nazaruddin bisa berakhir di KPK, kepolisian atau kejaksaan. 

Apabila analisa Pasek dan Fadhli ini benar-benar terjadi, maka sudah bisa dipastikan tensi politik akan jauh lebih memanas. Partarungan tidak saja memperjuangkan keabsahan Partai Demokrat, tetapi melebar ke ranah personal hukum masing-masing kubu. Menarik kita tunggu.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun