Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ngeri-ngeri Sedap Anies Baswedan Depan Jokowi

10 Februari 2021   16:25 Diperbarui: 10 Februari 2021   16:28 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


SALAH satu permasalahan akut Kota Jakarta yang hampir tidak bisa ditangani oleh siapapun pemimpinnya,  selain banjir adalah kemacetan. Betapa tidak, setiap musim penghujan datang, banjir jakarta tinggal menunggu waktu. Pun, dengan kemacetan lalu lintas. Kota Metropolitan ini seolah tak berdaya dengan hilir mudiknya kendaraan. Intinya, macet telah menjadi makanan sehari-hari warga ibu kota. 

Namun, belakangan TomTom Traffic Index merilis survei terbaru. Hasilnya cukup mengagetkan, Kota Jakarta terlempar dari 10 besar sebagai kota termacet di dunia. Kini, ibu kota negara tersebut berada di posisi ke 31 dari total 416 kota. Ini berarti bisa diartikan bahwa kemacetan di Kota Jakarta semakin berkurang. 

Prestasi ini kemudian dipamerkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di hadapan Presiden Jokowi dan beberapa pejabat negara lainnya di Istana Negara, pada saat memperingati Hari Pers Nasional, Selasa (9/2/2021). Seperti banyak diberitakan oleh media mainstream, Anies mengatakan bahwa pada 2017, Jakarta berada di urutan keempat kota termacet di dunia, lalu berangsur membaik di urutan ketujuh pada tahun berikutnya. Pada tahun 2019 lebih baik lagi dengan menempati urutan ke-10. Puncaknya, pada tahun 2020, Jakarta terlempar dari 10 besar, dengan menempati urutan ke-31. 

Rasa bangga dan pamer ini kemudian bisa jadi membuat Anies jadi ngeri-ngeri sedap. Pasalnya, tindakannya tersebut menuai reaksi beragam dari publik maupun warganet. Kenapa demikian? 

Tidak dipungkiri, soal tingkat kemacetan di Kota Jakarta menurun drastis. Sudah jarang atau bahkan tidak lagi terdengar ada kemacetan di Jakarta selama tahun 2020. Namun jangan salah, hal tersebut bukan sepenuhnya hasil kerja Anies Baswedan. Berkurangnya kemacetan di ibu kota patut diakui karena alasan pandemi Covid-19. 

Sejak pandemi covid-19 mewabah, pemerintah telah membatasi pergerakan manusia lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Diantaranya, membatasi pergerakan hilir mudiknya transportasi. Sebut saja, larangan mudik lebaran, hari raya Imlek, hari raya natal dan pembatasan-pembatasan lain yang melibatkan transportasi. Selain itu, pemerintah juga menerapkan aturan Work From Home (WFH), yang bisa memaksa penduduk Kota Jakarta tetap di rumah. Tidak bepergian keluar. 

Dengan kondisi ini, menurunnya tingkat kemacetan di Kota Jakarta, penulis kira bukan semata-mata hasil kinerja Anies. Namun, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini begitu percaya diri menyampaikannya depan Presiden Jokowi. Anies merasa momentum akibat dari PSBB inilah dianggap prestasi luar biasa. 

Saya rasa pernyataan Anies terhadap Presiden Jokowi dan beberapa pejabat tinggi lainnya tidak akan sepenuhnya diamini. Mereka itu orang-orang cerdas, pasti paham betul alasan dibalik berkurangnya kemacetan di Kota Jakarta selama tahun 2020. Bukan mustahil, dalam hatinya, Presiden Jokowi dan yang lainnya tersenyum kecil mendengar pemaparan Anies tersebut. Hanya saja, tidak mungkin bagi mereka untuk mencela atau membantah. Toh, itu bukan acara debat. 

Tidak demikian halnya dengan netizen. Mereka lebih fulgar dan terus terang apa adanya dalam menyampaikan pandangan. Dari beberapa media sosial yang penulis baca, ada beragam sindiran netizen yang dialamatkan pada mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut. Intinya, mereka berpikir bahwa terlemparnya Kota Jakarta dari kelompok 10 besar sebagai kota paling macet di dunia bukan hasil kerja Anies. Akan tetapi, karena aturan pemerintah terkait pandemi Covid-19. 

Namun, gunjingan warganet atau publik dalam situasi apapun sepertinya memang dinikmati Anies. Bagi dia, semakin banyak digunjingkan, semakin tenar pula namanya. Terbukti, dia jarang sekali men-counter siapapun yang mengkritik atau menyindirnya. 

Dari aspek politik, semakin sering menjadi gunjingan atau dibicarakan publik adalah sebuah keuntungan. Sebab, namanya bakal makin populer. Masalah gunjingan tersebut negatif atau positif dalam ranah politik urusan nomor berapa. Yang pasti, bagaimana caranya namanya tidak tenggelam. Dengan kata lain, populer saja dulu. Masalah simpati publik bisa dioles dengan upaya-upaya pencitraan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun