Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrat di Ambang Karam, AHY Perlu Belajar pada Kasus Tommy Soeharto!

2 Februari 2021   21:02 Diperbarui: 2 Februari 2021   21:20 1990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


PERTIKAIAN yang terjadi di internal partai politik tanah air bukan lagi barang baru. Bahkan, sampai terjadi perpecahan. 

Terakhir, partai politik yang bertikai dan akhirnya pecah adalah Partai Berkarya. Partai yang digadang-gadang memiliki niat ingin mengembalikan kejayaan orde baru tersebut awalnya dipimpin oleh Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Dianggap otriter dan tidak mampu menembus parliementary threshold pada pemilu 2019, partai ini pun digoyang. Tommy pun dikudeta oleh Muchdy PR, yang sekarang menjadi ketua umumnya. 

Mundur ke belakang, pertikaian pernah juga terjadi pada PPP. Partai berlambang kabah ini sempat terjadi dualisme kepemimpinan, antara Rommy Romahurmuzy dan Djan Faridz Humprey Djemat. Hal serupa pernah terjadi juga pada Partai Golkar. Partai pohon beringin ini sempat diklaim oleh Aburizal Bakrie dan Akbar Tanjung sebagai ketua umumnya. Lalu, ada PKB. Partai diperebutkan oleh Muhaimin Iskandar dan Almarhum Gus Dur. Bahkan, partai yang saat ini berkuasa, PDI Perjuangan pun tak luput diterpa konflik internal. Partai banteng ini sempat di klaim Suryadi dan Megawati Soekarnoputri dalam waktu bersamaan. 

Nah, kaitan dengan pertikaian dalam tubuh internal partai juga terjadi pada Partai Demokrat, sekarang. Dalam dua hari ini, isu 'kudeta' terhadap kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Partai Demokrat menjadi perbincangan panas publik tanah air. Berdasarkan keterangan pers yang digelar, Senin (1/2/21), aktor-aktor yang dicurigai adalah pejabat tinggi istana, kader aktif dan mantan petinggi partai berlambang mercy tersebut. 

Menariknya, diantara pihak-pihak yang dicurigai ini boleh disebut tidak pada tempatnya. Dia adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Jendral (Purn) Moeldoko. Terang saja menjadi heboh. Sebab, apa urusannya seorang Moeldoko mengincar kursi yang diduduki AHY. Partai ini bukan lagi partai besar yang mampu mempengaruhi konstelasi politik nasional. Statusnya tak lebih dari partai medioker belaka. Kagetnya, rencana kudeta Moeldoko tersebut konon kabarnya telah mendapat restu dari Presiden Jokowi. 

Bagi saya, jujur saja mengherankan. Bagaimana bisa Presiden Jokowi memberi restu pembantunya itu untuk menjungkalkan kursi AHY. Seolah, orang nomor satu di Indonesia ini merasa terbebani dengan posisi Demokrat di bawah kepemimpinan AHY. Rasanya tidak. Dengan telah dikelilingi banyak partai, posisi Jokowi aman-aman saja. 

Bagaimana dengan Marzuki Ali dan Mark Sopacua? Kedua nama ini juga disebut-sebut ada dalam lima tokoh yang dicurigai bakal melakukan kudeta. Perlu diketahui, dua tokoh ini adalah mantan kader-kader terbaik yang turut membesarkan Partai Demokrat, hingga menjadi partai penguasa. Bahkan, Marzuki Ali pernah didapuk sebagai Ketua DPR RI. 

Jika kecurigaannya terhadap dua nama di atas, masih bisa diterima akal sehat. Boleh jadi, keduanya merasa kecewa dengan Partai Demokrat saat ini di bawah kepemimpinan AHY. Meski begitu, tetap saja kecurigaan ini jangan lantas menjadi tuduhan. Perlu penelusuran dan bukti-bukti yang kuat. Jika tidak, namanya fitnah. 

Lepas benar tidaknya ada rencana kudeta, bagi saya hal ini membuktikan ada yang salah dengan kondusifitas di tubuh internal partai. Pemantiknya bisa beragam. Karena kecewa, atau hal lainnya. 

Menurut Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, telah menduga bahwa rongrongan terhadap kepemimpinan AHY. 

"Saya duga kepemimpinan AHY bakal dirongrong entah itu pendiri atau orang dalam dan juga orang dekat Jokowi seperti penuturan AHY," ujar Jerry, Selasa (2/2/2021). Dikutip dari Sindonews.com. 

Masih dikutip dari Sindonews.com, Jerry menilai, munculnya isu kudeta semakin membuktikan kepemimpinan AHY relatif rapuh dan lemah jika dibandingkan dengan SBY. 

"Ini bagian kudeta politik, memang pengurus saat ini perlu diantisipasi. Ada banyak contoh terjadi peralihan kekuasaan dari partai-partai yang ada. Kalau AHY digoyang bisa jadi partai ini akan terpecah akan ada dualisme kepemimpinan," ungkapnya. 

Saya rasa, ribut soal isu kudeta dan mempublikasikannya kepada publik adalah langkah kurang tepat AHY dan Partai Demokrat saat ini. Sebab, hal itu justru makin memperkuat dugaan masyarakat, AHY belum benar-benar kuat mengemban tugas sebagai pemimpin. 

Bila AHY tangguh, mestinya tidak usah 'curhat' terhadap publik. Bila menemukan permasalahan atau ancaman, lebih baik hadapi dengan tenang dan melakukan konsolidasi di internal partai. Yakinkan pada seluruh kadernya agar tetap kuat dalam menghadapi situasi apapun. 

Saat dipublikasikan, akhirnya publik malah menilai macam-macam. Mending kalau hasilnya positif, yang ada malah cenderung negatif. AHY dianggap cari perhatian (caper), manuver politik, bahkan ada juga yang menyebut suami Anisa Pohan ini baperan seperti ayahnya, SBY. 

Nasi telah jadi bubur. Sekarang tinggal bagaimana AHY berpikir jernih agar posisinya tetap aman, dan soliditas partai tetap terjaga. Caranya? berpolitiklah dengan dewasa. Jangan sebentar-bentar curhat, sebentar-bentar baper. 

Belajarlah dari kasus yang menimpa Tommy Soeharto. Meskipun duit banyak dan pendiri partai. Akan tetapi, karena gaya kepemimpinannya tidak disenangi dan tidak mampu berjaya, akhirnya dikudeta oleh Muchdy PR. 

Nah, hal ini juga bukan mustahil akan terjadi pada AHY bila dia tidak cepat-cepat belajar. Lambat-laun, Partai Demokrat bisa karam.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun