DI ANTARA sekian banyak kepala daerah di Indonesia, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tak dipungkiri paling banyak menyita perhatian. Baik itu oleh awak media massa, maupun publik tanah air.Â
Tentu saja, menyita perhatiannya Anies bukan tanpa alasan. Ada banyak faktor yang menjadi pemantiknya. Sebut saja, dia adalah sebagai kepala daerah ibu kota negara, yang tentu segala gerak-geriknya sangat mudah dipantau para kuli tinta. Akibatnya, publikasi tentang dirinya jauh lebih sering dibanding kepala daerah lain.Â
Selain itu, gaya kepemimpinan Anies agak sedikit nyeleneh. Dia bukan tipikal pemimpin yang gampang manut terhadap kebijakan pemerintah pusat. Ada kalanya, kebijakan yang diambil bertolak belakang. Bahkan, tak jarang atas sikapnya itu membuat gaduh konstelasi politik tanah air.Â
Terakhir, kinerja Anies Baswedan dinilai sebagian kalangan lebih banyak bermain pencitraan, dan hanya pintar menata kata. Maka, tak urung menjadi gunjingan, terutama oleh pihak-pihak yang selama ini tidak menyukainya.Â
Kendati demikian, dalam dunia politik segala perhatian dan gunjingan tersebut tanpa disadari telah menguntungkan Anies. Dia mendapatkan iklan dan promosi gratis, hingga popularitasnya meningkat.Â
Saya yakin, siapapun bakal tau siapa itu Anies Baswedan. Tapi, coba kalau ada yang nanya nama gubernur Sulawesi Barat, mungkin kita akan berpikir dulu sejenak. Atau bahkan tidak tahu sama sekali.Â
Kembali ke Anies. Banyak pihak yang menganggap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini tidak cukup cakap menjadi seorang pemimpin ibu kota.Â
Bahkan, ada pihak yang mengatakan, Anies ini dipaksakan untuk jadi gubernur, hanya kerena ada kelompok yang tidak senang dengan gubernur yang menjabat saat itu. Namun, mau bilang apa, inilah takdir. Anies gubernur DKI saat ini, tidak peduli apakah kita senang atau tidak, eksistensinya telah diakui oleh negara.Â
Dari semenjak dilantik hingga hari ini, Anies identik dengan gubernur yang sangat pintar dalam menata kalimat. Pokoknya, dibanding kepala daerah lain, Anies itu unik. Cara dia ngeles, cara membalikkan pertanyaan, caranya membolak-balikan logika, saya akui cukup bagus.Â
Ini sudah terlihat saat dia memilih istilah-istilah lain untuk kebijakannya, seperti naturalisasi sungai yang katanya beda dengan normalisasi sungai, rumah lapis yang katanya beda dengan rumah susun, rumah DP nol rupiah yang sempat beberapa kali mengalami revisi deskripsi dan judul. Meski begitu, kehebatan penataan kata ini tak berbanding lurus dengan kemampuannya menata kota.Â
Dari sekian banyak narasi yang dilontarkan Anies, baru kali ini saya merasa salut dan sangat setuju dengan kata-katanya. Anies memang hebat. Top markotop.Â