Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tommy Gugat, Gestur Politik ala Pangeran Cendana?

27 Januari 2021   23:08 Diperbarui: 27 Januari 2021   23:11 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


PADA zaman Presiden Soeharto masih menancapkan cakar kekuasaannya di Indonesia, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto begitu jumawa. Dengan kekuasaan ayahnya, dia hampir begitu mendominasi segala bisnis atau proyek-proyek besar yang ada di tanah air. 

Wajar namanya juga anak sang penguasa. Segala akses dan kemudahan sudah seperti makanan sehari-hari. 

Diantara sekian banyak proyek atau bisnis yang dia kelola, mobil timor yang kemudian disebut mobil nasional (Mobnas) menjadi salah satu bisnis yang dikenal oleh seluruh warga negara. Karena memang promosi untuk kelancaran bisnisnya dilakukan secara besar-besaran. Dan, boleh jadi tersetruktur dan masif. 

Begitulah Tommy Soeharto. Dengan kerajaan bisnis yang dia raih dari kemudahan yang didapat dari sang penguasa orde baru (orba), menjadikan dia dijuluki "Pangeran Cendana". Cendana di sini adalah nama sebuah jalan, dimana keluarga Presiden Soeharto tinggal. 

Namun, seperti kata pribahasa bahwa hidup itu bagai roda berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Pun dengan kehidupan Tommy Soeharto. 

Saat ayahnya dilengserkan oleh aksi demo besar-besaran yang dimotori mahasiswa pada tahun 1998 silam, nama Tommy Soeharto lambat-laun turut melempem. Sikap jumawanya tak tampak lagi. Bahkan, dia sempat terpuruk kala harus mendekam di hotel prodeo (baca: penjara) karena divonis bersalah sebagai otak pembunuhan Hakim Agung, Syafiuddin Kartasasmita. 

Lepas dari penjara, Tommy sepertinya tertarik menggeluti dunia politik. Mungkin, maksudnya ingin kembali membangun kejayaan politik ayahnya yang telah hancur lebur. 

Trah Cendana ini sempat mencoba mengibarkan bendera kekuasaan orba dengan berupaya kembali menguasai Partai Golkar pada Munaslub Riau. Sayang, kala itu tak ada yang mempercayainya. Aburizal Bakrie (Ical) yang terpilih sebagai ketua umum. 

Tak patah arang. Pangeran Cendana tersebut mendirikan Partai Nasional Republik. Apes. Partainya tak lolos verifikasi dan gagal jadi kontestan Pemilu 2014. Syahwatnya yang sangat tinggi, membuat Tommy tak mau jadi pecundang politik begitu saja. Dia kembali mendirikan partai baru, dengan nama Partai Berkarya. Kali ini, partainya lolos verifikasi, dan berhak mengikuti Pemilu legeslatif 2019. 

Hanya saja, peruntungannya kembali belum berpihak. Partai Berkarya tidak mampu lolos parliementary threshold, sehingga tidak mampu menempatkan satu kursi pun di parlemen pusat, Senayan, Jakarta. Partai ini hanya mendapatkan 2,09 persen suara sah nasional. Sedangkan ambang batas lolos ke parlemen adalah 4 persen. 

Tidak mampu meloloskan satu kader pun ke Senayan menjadi kekecewaan besar bagi Tommy. Sebab sebelumnya dia begitu percaya diri. Apalagi, sempat menguat di kelompok masyarakat bawah soal kerinduannya terhadap sosok kepemimpinan Presiden Soeharto. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun