Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Risma Jadi Mensos, Strategi Politik "Singkirkan" Anies dan Taklukan DKI

24 Desember 2020   12:54 Diperbarui: 24 Desember 2020   12:59 4236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SESUAI dugaan banyak pihak, Tri Rismaharini akhirnya dilantik Presiden Jokowi menjadi Menteri Sosial (Mensos), Rabu, (23/12). Mantan Wali Kota Surabaya ini menggantikan menteri sebelumnya yang mengundurkan diri karena diduga tersandung kasus korupsi pengadaan bansos Covid-19 tahun 2020, Juliari Peter Batubara. 

Ada sejumlah alasan, wanita kelahiran Kediri, 20 November 1961 ini pantas menduduki posisi Mensos. Dia adalah mantan pejabat daerah sarat prestasi, berdedikasi tinggi, relatif bersih dari praktik korupsi dan pekerja keras. Di samping itu, pengalamannya 10 tahun jadi Wali Kota Surabaya menjadi modal kuat bagi Risma---panggilan akrab Tri Rismaharini mengemban amanah tersebut. 

Selaku Mensos dibutuhkan data dan fakta otentik di lapangan agar segala kebijakannya tidak meleset. Bagi Risma hal itu sepertinya bukan perkara sulit. Sebab selama menjabat di daerah, dia memang kerap bersentuhan langsung dengan masyarakat, menggali setiap keluh-kesah rakyatnya dan getol menyisir lapangan. Risma pun tak segan meluapkan emosinya bila menemukan kejanggalan-kejanggalan kerja anak buahnya. 

Lepas perkara kepatutan dan kelayakan Risma jadi Mensos. Penulis mencium ada misi lain dari PDI Perjuangan buat karir politiknya di masa mendatang. Diketahui, Risma adalah kader partai Banteng. Bahkan, dia juga merupakan Ketua DPP Bidang Kebudayaan. 

Diketahui, Risma salah satu politisi cukup populer di tanah air. Sepak terjangnya selama jadi Wali Kota Surabaya jadi alasan. 

Karena popularitasnya pula, Risma oleh beberapa lembaga survei dilibatkan dalam jejak pendapat calon presiden dan wakil presiden 2024. Sebagai pejabat tingkat daerah, hasil elektabilitas Wong Kediri ini tak mengecewakan. Bahkan, mampu mengungguli raihan jagoan PDI Perjuangan, Puan Maharani. 

Apakah Risma disiapkan untuk maju Pilpres? Bisa ya, bisa juga tidak. Toh, peluang ke arah sana masih tetap terbuka. Namun, sepertinya PDI Perjuangan akan lebih memilih target realistis. Yakni, menyingkirkan Gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Baswedan. 

Jangan salah paham dulu. Narasi menyingkirkan disini tentu konotasinya bukan negatif. Maksudnya adalah, Risma akan disiapkan PDI Perjuangan untuk ikut bertarung pada kontestasi Pilgub DKI Jakarta. 

Diketahui, saat ini penguasa DKI Jakarta adalah Anies Baswedan. Untuk melawan kekuatan petahana, PDI Perjuangan memandang perlu menyodorkan lawannya yang benar-benar siap dari berbagai aspek. Misal, popularitas maupun elektabilitas. 

Risma memiliki modal tersebut. Namun, demi lebih memastikan dirinya benar-benar siap bertarung pada Pilgub DKI, dua modal utama tersebut harus benar-benar diasah lagi. Salah satu caranya dengan memberikan jabatan Mensos sebagai panggung politik Risma di kancah nasional. 

Hal ini sangat penting. Apalagi panggung politik Risma di Surabaya telah usai masa baktinya. Dia telah dua periode menjabat walikota, sehingga tidak bisa mencalonkan diri lagi karena terganjal aturan pemilu. 

Sejatinya, Pilgub DKI Jakarta sudah harus digelar tahun 2022 mendatang. Namun, mengacu pada aturan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), di Pasal 201 disebutkan jadwal Pilkada DKI Jakarta akan berlangsung bulan November 2024. 

Aturan itu mengatakan, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wali kota hasil Pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2022. Untuk mengisi kekosongan jabatan itu yang berakhir masa jabatannya tahun 2022, diangkat penjabat gubernur, bupati dan Walikota sampai dengan terpilihnya gubernur, bupati, wali kota melalui Pilkada pada tahun 2024. 

Namun, aturan ini masih diperdebatkan oleh beberapa pihak, termasuk Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem). Lembaga ini masih terus berupaya mendorong Pilgub DKI Jakarta digelar tahun 2022. 

Bila langkah dan upaya Perludem membuahkan hasil, bisa dipastikan bahwa Anies Baswedan akan kembali maju sebagai petahana. Dengan begitu, Risma hanya memiliki waktu kurang lebih dua tahun mengasah modal popularitas dan elektabilitasnya. Ia harus benar-benar bisa memanfaatkan jabatannya sebagai Mensos dengan baik. Jika berhasil, maka misi PDI Perjuangan menyingkirkan atau merebut kekuasaan Anies terbuka lebar. 

Tapi, bila Pilgub DKI Jakarta dilaksanakan sesuai regulasi, maka waktu Risma mengumpulkan modal popularitas dan elektabilitas jauh lebih panjang. Setidaknya ia bisa memanfaatkan panggung politik di Kemensos selama kurang lebih empat tahun.

Selain itu, sepertinya PDI Perjuangan berikut Risma tidak usah terlalu repot menyingkirkan Anies. Seperti ramai diwacanakan selama ini, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut kemungkinan akan ikut bertarung pada Pilpres 2024. Artinya, tanpa disingkirkan juga, Anies sudah tersingkir duluan dari kancah kontestasi kepemimpinan ibu kota negara dimaksud. 

Bagi PDI Perjuangan, bukan masalah siapa yang bakal dihadapi kelak di Pilgub DKI. Yang pasti, mereka sudah menyiapkan jagoannya sejak dini. Agar pada saatnya nanti siap menyingkirkan atau menaklukan DKI Jakarta. Siapapun lawan yang bakal dihadapi. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun