DENGAN telah ditetapkannya COVID-19 sebagai bencana nasional non alam, di penghujung bulan Maret 2020 lalu, pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memandang perlu untuk melakukan langkah cepat sebagai upaya penyelamatan terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan dengan cara pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi.
Langkah asimilasi dan integrasi narapidana dan napi anak tersebut diberlakukan di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara dari penyebaran COVID-19.
Akhirnya, sebagaimana diketahui, lebih dari 30 ribu narapidana umum, pada awal April 2020 berhasil dibebaskan dan mendapatkan kebebasannya untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Regulasi yang membungkus pembebasan narapidana itu sendiri tertuang dalam Kepmen Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.
Salah satu dasar pertimbangannya adalah lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak (LPKA), dan rumah tahanan negara merupakan institusi tertutup dengan tingkat hunian tinggi dan rentan terhadap penyebaran dan penularan COVID-19.
Keputusan yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laoly, kala itu menuai pro kontra. Kendati demikian, Yasonna bergeming dan pembebasan narapidana pun tetap diekseskusi.
Sayang, niat baik baik pemerintah dalam hal ini Kemenkumham tidak seutuhnya mendapat timbal balik positif dari para napi yang telah dibebaskan, bahkan cenderung menjadi blunder bagi lembaga yang dikomandoi oleh politisi PDI Perjuangan, Yasonna Laoly.
Pasalnya, belum lama masa pembebasan itu berlaku, tidak membuat sebagian narapidana itu menyadari akan kesalahannya dan bertobat untuk menjadi pribadi lebih baik.
Contohnya seperti yang terjadi di Kota Depok, Jawa Barat, pria bernama Jame yang baru saja bebas dari penjara malah harus kembali berurusan dengan hukum. Pasalnya, pria ini mengamuk di sebuah warung, daerah Cipayung, Depok.
"Infonya baru keluar dari lapas 2 hari yang lalu karena kasus penyalahgunaan narkotika," kata Kasubag Humas Polresta Depok AKP Firdaus dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (9/4/2020). Seperti dikutip detikcom.
Masih dilansir detikcom, peristiwa itu terjadi pada Rabu (8/4) malam. Saat itu Jame mendatangi warung yang ada di sebelah korban di Ratujaya, CIpayung, Depok
Sebelumnya, sempat terjadi aksi kriminalitas yang dilakukan oleh narapidana baru dibebaskan melalui program asimilasi atas nama Rudi Hartono. Peristiwa itu sendiri terjadi di Wajo, Sulawesi Selatan.
Sama halnya dengan Jame di Depok, Rudi juga kembali harus berurusan dengan hukum. Pasalnya dia kepergok tengah melakukan aksi pencurian di rumah salah satu warga.
Dilansir detikcom, Kasat Reskrim Polres Wajo AKP Bagas Sancoyoning, mengatakan, Rudi tertangkap tangan oleh warga sedang mencoba mencuri di rumah milik tetangganya di Dusun Ulugalung Timur, Desa Lempa, Kecamatan Pammana, Wajo, sekitar pukul 06.30 Wita, pagi tadi. Aksi Rudi juga diketahui pemilik rumah.
"Yang bersangkutan berusaha melakukan pencurian namun ketahuan oleh pemilik rumah sehingga pemilik rumah berteriak," ujar Bagas, Rabu (8/4/20).
Patut disesali
Menurut penulis apa yang dilakukan oleh kedua narapidana yang disebutkan tadi di atas memang sungguh disesalkan. Ibarat keledai yang selalu terperosok pada lobang yang sama. Itulah mereka.
Tapi, yang dikhawatirkan penulis adalah, apa yang dilakukan atau terjadi pada Jame dan Rudi ini hanya sebagian kecil dan yang hanya berhasil kepergok dan diamankan kembali oleh aparat keamanan.
Bagaimana kalau dari 30 ribu orang lebih narapidana yang dibebaskan itu diantaranya masih banyak yang mengulangi kejahatannya? Tentu saja program asimilasi pemerintah ini hanya menjadi blunder bagi pemerintah.
Alih-alih ingin melindungi warganya dari penularan virus corona di lingkungan lembaga permasyarakatan, Kemenkumham malah menjadi "dalang" terjadinya keresahan di lingkungan masyarakat yang disebabkan oleh para narapidana bebas yang masih belum sadar ini.
Nasi sudah menjadi bubur dan narapidana pun sudah kembali bebas berkeliaran. Sekarang tinggal bagaimana kedepannya Kemenkumham lebih mengkaji ulang akan dampak sosial masyarakat jika kembali ada niatan menerbitkan kembali program asimilasi.
Salam.