Apakah dia puas? Tidak. Pulan terus bermimpi memperbaiki posisinya. Hingga akhirnya, setelah beberapa tahun dilewati. Pada Oktober 2019 lalu, Pulan berhasil naik menjadi seorang Kepala Dinas atau setingkat eselon II B.
Posisi ini hanya kalah oleh jabatan Sekretaris daerah (Sekda) sebagai jabatan karir tertinggi di tataran pemerintahan daerah untuk lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena jabatan pimpinan daerah adalah jabatan politik.
Awal-awal ditunjuk menjadi seorang kepala dinas, Pulan tampak sumringah. Penulis pun beberapa kali diundang untuk merayakan keberhasilannya ini. Ada rasa bangga, rasa puas, dan rasa bahahia terpancar di wajahnya.
Tapi, itu hanya berlaku pada bulan pertama sejak dia  naik jabatan. Bulan berikutnya, mulai ada keluh kesah dan sedikit menyesal.
Kenapa? Karena semenjak diangkat menjadi seorang kepala dinas, menurutnya ada beberapa poin penting yang seolah hilang dalam dirinya.
Pulan mulai menyadari, jabatan dan penghasilan meningkat tentu saja disesuaikan dengan kedudukannya sekarang tidak bisa menjamin hidupnya bahagia dan rumah tangganya harmonis.
Maaf, bukan bermasud untuk jadi tukang gosip, apalagi berniat menyaingi Lambe Turah, semenjak posisi naik, Pulan justeru lebih sering cekcok dengan isterinya. Dan, ini sangat mengganggu sekali pikirannya.
Diakui Pulan, setidaknya ada tiga hal yang hilang dalam dirinya semenjak menduduki kursi kepala dinas.
Pertama adalah sudah barang tentu beban pekerjaan dan tanggung jawab jauh lebih meningkat.
Dengan setumpuk pekerjaan dan tanggung jawab besar sebagai seorang pimpinan, tak jarang dia harus pulang larut malam dan mengorbankan segala hobby-nya di luar jam kantor. Padahal, Hobby-nya itu adalah sarana dia untuk menyegarkan kembali pikiran dari segala beban dan penat.
Kedua, karena kesibukan dan tanggung jawabnya yang tinggi sebagai pimpinan, Pulan harus bisa menjaga sikap agar bisa dihormati dan disegani anak buahnya.