Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hai, Angin

3 September 2019   22:26 Diperbarui: 3 September 2019   23:47 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sang bayu malam mampir di beranda rumah. Desirnya membekukan sekujur tubuh yang terpaku menunggu waktu. Ya..waktu yang terasa enggan bertaut, selamanya hanya sebatas harapan palsu

Hai angin...masihkah engkau ingat, ketika rintik hujan menghujami dedaunan. Kala itu aku sedang merindu. Rindu pada senyumannya yang melelehkan kalbu. Rindu pada bisikannya yang menghangatkan jiwa, dari cengkaraman bekunya hati

Hai angin...kini rintik hujan itu pergi entah kemana. Tapi rasa rindu terus membekas diantara sela-sela tulang rusukku. Membeku, dan terus membatu, seiring waktu yang terus menipu.

Hai angin...dekapanmu tak mampu luluhkan hati. Rasa rindu terus bercengkrama dengan sisa-sisa kenangan masa lalu. Di saat aku dan dia saling merayu disaksikan rembulan yang tersenyum malu.

Hai angin...sampaikanlah, aku rindu...!

Sumedang, 03 September 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun