"Duh maaf pak. Cuma satu, itu juga udah dipake" sahut Andre, sambil menunjuk ke arah tiang bendera yang berdiri kokoh depan rumahnya.
"Aduh bisa malu kalau gini. Takut di sangka tidak nasionalis" ucap Salim, bingung.
"Nggak apa-apa pak Salim. Rasa nasionalis itu tidak diukur dari pasang atau tidaknya bendera. Itu hanyalah simbolis. Nasionalisme itu dilihat dari ucap dan prilaku kita sebagai warga negara. Jadi buat apa pasang bendera, kala diri kita tidak mencerminkan itu"
"Bagi kamu bisa aja ngomong seperti itu, karena tidak pernah merasakan kebanggaan dengan bendera merah putih. Harap kamu tahu, orang tua dan kakek buyutku itu semuanya pejuang kemerdekaan. Jadi jangan hina aku dengan tutur katamu tadi....!" Hardik pak Salim. Laki-laki setengah tua ini telah salah faham dengan perkataan Andre. Dipikirnya, tetangganya ini menuduh dia tidak nasionalis.
Darah muda Andre bergejolak, dia pun merespon hardikan tetangganya tersebut.
"Eh pak Salim, jangan mentang-mentang anda lebih tua, lalu seenaknya saja menghardik saya...! Jangan kira bapak aja yang punya jiwa nasionalis itu. Saya juga demikian. Lagi pula, Â bukan maksud menuduh pak Salim tak nasionalis. Justeru sebaliknya, biar bapak tidak merasa malu hanya karena tidak pasang bendera"
Adu mulut keduanya terus terjadi, akhirnya berujung pada adu fisik. Beruntung, ada beberapa warga dan Andika sendiri melerainya. Hingga, pertikaian lebih sengit urung terjadi. Kedua orang tetanggan ini sadar, masalah yang terjadi bukan dipicu urusan pribadi. Melainkan, karena rasa nasionalisme semata. Ya....nasionalisme berlebihan.
Usai membayangkan kejadian tadi pagi, Andika kembali tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tanda prihatin atas sikap kedua tetangganya itu. Kemudian, kembali fokus menghadap laptop dan menuangkan seluruh isi yang ada dalam otaknya ke dalam bentuk tulisan.
Ketika rasa cinta terhadap negara digelorakan berlebihan hingga mematikan nalar sehat dan kewajaran, rasa cinta tersebut telah kehilangan esensinya yang sarat makna. Rasa cinta yang diungkapkan Salim dan Andre sebetulnya rapuh. Jika bersenyawa dengan kepentingan lain dan menyelinap dalam nafsu egoisme diri, boleh jadi dapat menumbuhkan gelap mata. Hal ini ujungnya akan menumbuhkan rasa cemburu buta dan kehilangan rasionalitas. Indonesia seolah miliknya sendiri, orang lain dianggap penumpang gelap.
Beruntung, nasionalisme berlebihan (Ultra nasionalisme) hanya terjadi pada sekelompok kecil, seperti Salim dan Andre. Tak dapat dibayangkan, jika rasa cinta seperti ini merasuki seluruh warga negara. Bukan tak mungkin bakal tumbuh ideologi extrem. Merasa Negeri dan bangsa sendiri paling digdaya dibanding dengan negara-negara yang ada di muka bumi. Meskipun sebenarnya ringkih dan dirundung banyak masalah.