Mohon tunggu...
Sutrisno S Parasian Panjaitan
Sutrisno S Parasian Panjaitan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kaizen | Complex being | Miscellaneous

Be Better. Maksimalkan Potensi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketuhanan

11 September 2020   03:54 Diperbarui: 10 Oktober 2021   07:19 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menjadi topik yang sensitif namun sangat memikat. Ya, daya pikat dari pada topik ini sendiri tidak lain karena hubungan dari kajian topik tersebut terhadap entitas tertinggi yang kita sebut Tuhan. Permasalahannya di dunia ini ada begitu banyak ragam kepercayaan dengan dogma dengan objek penyembahan masing-masing. Ada yang berbeda namun ada pula yang identik. Dan hal tersebut lah yang dapat membuat topik mengenai Ketuhanan menjadi sensitif karena masing-masing dogma mempertahankan ego kebenarannya.

Setiap orang ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia dan dalam mendapatkannya kita perlu mengusahakannya. Sudah pasti usaha tersebut kita membutuhkan kekuatan. Secara dogmatis yang umum bisa dikatakan Tuhan adalah sumber kekuatan dan segala kehidupan. Semua kepercayaan saya yakin punya perinsip demikian terlepas bagaimana dogma masing-masing. Sampai disini tidak ada yang salah dengan dogma-dogma tersebut. Hal tersebut menjadi masalah karena dua hal. Pertama ketika mengutamakan ego masing-masing untuk menjadi yang paling benar. Kedua, ketika ada orang yang mengaku tuhan. Lain hal nya jika itu hanya bercandaan untuk sekedar menyemangati diri sendiri, karena predikat tuhan itu kesannya seperti punya kekuatan yang berada diatas kemampuan manusia paling hebat sekalipun. Kita hanya perlu jeli saja dengan itu.

Hal ini berkaitan dengan Dogma Kristen yang menyatakan Yesus Kristus adalah Tuhan. Saya rasa mengenai perdebatan kebenaran Yesus itu Tuhan atau bukan sudah lama dilakukan orang-orang. Ada yang setuju kalau Yesus adalah Tuhan dan ada pula yang tidak. Namun jika kita hanya fokus dalam perdebatan tersebut maka hal itu sama saja dengan poin pertama tadi, kita mengutamakan ego bukan kebenaran. Saya pribadi yang notabene Kristen hanya akan percaya Kristus sudah datang ke dunia untuk kedua kalinya jika beliau datang dalam keadaan Roh yang Ilahi tanpa adanya kedagingan. Bukan rekayasa teknologi yang di masa ini sangat canggih ataupun menghubungkan kebenaran orang yang mengaku tersebut dengan dogma-dogma yang terkesan dipaksakan. Jadi jika ada yang mengaku Tuhan, bisa dipastikan hal itu palsu. Dalam injil Kristen sendiri ada tertulis,"Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaku dan berkata: 'Akulah Mesias' dan mereka menyesatkan banyak orang (Matius 24:4 & 5)". Maaf bukan promosi Kekristenan, hanya menunjukan referensi yang menjadi dasar kajian. Menurut saya pribadi orang yang mengaku Tuhan tidak hanya menyesatkan orang-orang namun juga membahayakan dirinya sendiri. Pola seperti ini saya rasa juga berlaku bagi orang-orang yang mengaku Matreya, Awatara dari reinkarnasi Wisnu, Imam Mahdi yang kalau tidak salah adalah Isa atau Yesus, dan sebagainya.

Tak jarang karena ada begitu banyak intrik dan kegamangan dalam hal Ketuhanan membuat orang tidak mempercayai satu dogma dan beralih ke dogma yang lain. Atau bahkan tidak mempercayai dogma manapun. Sehingga muncul pertanyaan "Benarkah ada Tuhan?" Untuk menjawab ini sangat tergantung kepada pemahaman tentang apa dan bagaimana sebenarnya Tuhan itu. Jawabannya sendiri bisa menjadi begitu beragam dikarnakan latar belakang yang berbeda dan kajian dogma yang pernah dipahami juga berbeda. Sejenak setelah menuliskan ini terlintas di benak saya karena keberagaman persepsi tersebut perlu ada penyamaan persepsi dan kesepakatan terhadap persepsi tersebut sehingga pemahaman tentang apa dan bagaimana Tuhan tersebut menjadi baku. Tapi siapa yang berhak mengambil keputusan untuk membakukannya terlebih jika itu tidak melalui jalan kemufakatan? Saya pribadi merinding membayangkannya.

Sepertinya akan lebih mudah jika kita bisa menghargai satu sama lain sehingga tidak ada yang merasa hak nya dirampas ataupun dilecehkan. Terlebih apabila kita bisa lepas daripada ego kebenaran yang faktanya sama sekali tidak membawa kita kepada kebenaran melainkan pemuasan ego yang ingin mendominasi. Mungkin kita bisa lebih fokus dengan Cahaya Ilahi yang ada dalam diri kita masing-masing yang menuntun kita untuk menjalani hidup lebih baik lagi kedepannya. Karena Ketuhanan adalah sesuatu yang pribadi meskipun dilakukan secara Kolektif.

Salam damai, semoga kita selalu mendapatkan berkat masing-masing.
Tetap Semangat.
Tetap Sehat.

Cahyo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun