Mohon tunggu...
Sutrisno S Parasian Panjaitan
Sutrisno S Parasian Panjaitan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kaizen | Complex being | Miscellaneous

Be Better. Maksimalkan Potensi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nurani Untuk Mencapai Kebenaran yang Terselubung

10 Agustus 2020   13:59 Diperbarui: 10 Oktober 2021   07:46 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masing-masing dari kita sedikit banyaknya pasti pernah mempelajari sejarah, entah itu sejarah suatu negara, sejarah peradaban manusia, dan lain sebagainya. Tapi dengan mempelajari sejarah tersebut apakah kita sudah mendapatkan kebenaran tentang peristiwa-peristiwa masa lalu itu? Harapannya sudah pasti ia, karena catatan sejarah lah yang membawa kita pada pendekatan kebenaran peristiwa masa lalu. Tapi untuk tahu pasti kebenaran yang sebenarnya terjadi pada masa lalu, hanya dengan berada di persitiwa itu lah kita bisa mengetahuinya, itu pun juga harus dibarengi pemahaman kita secara keseluruhan tentang apa yang terjadi di masa lalu tersebut. Benar tidak? Kalau Anto bilang Budi kemarin menang hadiah undian, yang tahu benar tidaknya si Budi menang undian atau tidak kan si Anto dan si Budi, ya bandar undian nya juga. Itu pun kalau si Anto dan si Budi benar-benar paham kalau si Budi mengan undian, atau malah jangan-jangan yang menang undian itu Budi yang lain. 

Coba kita ambil pendekatan cara berfikir yang sama dalam dalam contoh sains. Simplenya seperti Covid 19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. Sebenarnya agak ngeri-ngeri juga buat analogi semacam ini, tapi semoga bahasa yang aku pakai masih bisa menjelaskannya. Siapa sih yang sebenarnya tahu kebenarnannya Covid 19 ini seperti apa? Di awal disebutkan ini virus yang mudah mati hanya dengan paparan cahaya matahari selama beberapa jam. Belakangan ada yang bilang Covid 19 tidak mudah untuk diatasi. Sebenarnya pendekatan sains untuk Covid 19 sejauh ini apakah benar? Kembali lagi, yang tahu pasti kebenaran Covid 19 ini bagaimana ya para tenaga ahli yang terjun langsung dalam penelitian dan penanganan pandemik tersebut. Hanya mereka yang tahu pasti seperti apa sebenarnya wabah penyakit tersebut.

Dengan cara berfikir yang sama coba kita pakai untuk mengkaji kasus sains yang lain. Tidak perlu dari aku lagi deh contohnya, masing-masing dari kita pasti bisa coba berfikir sendiri dengan pola pendekatan yang sama. Gak cuma soal sains, mungkin untuk kasus lain di dalam kehidupan juga bisa digunakan pola pendekatan ini.

Nah, jadi kalau kita tarik kesimpulan untuk mengetahui suatu kebenaran dari sejarah, sains, atau apapun itu apakah kita harus selalu menggunakan pola pendekatan seperti itu?  Aku paham sih, pola analisa yang aku jabarkan diatas memang kesannya seperti curigaan, tapi justru dengan begini mungkin teman-teman bakal lebih paham arah yang mau ku sampaikan seperti apa. Untuk setiap informasi yang kita terima kita kan hanya bisa menganalisanya melalui logika atau cara berfikir kita masing-masing terhadap informasi itu, namun informasi aktualnya hanya akan didapat di waktu dan tempat kejadian tersebut terjadi. Kita penerima informasi hanya bisa berharap informasi yang diberikan itu benar, supaya kita bisa menarik kesimpulan dan respon yang sesuai dari informasi itu. Di sini lah yang aku sebutkan butuh nurani untuk mencapai kebenaran. Kalo si pemberi informasi terhadang nuraninya kita yang jadi penerima informasi bisa apa? Apa lagi kalo kita gak ngerti mengkaji informasi yang diberikan, kita ya cuma bisa ngangguk. Mau ikut ragu, gak ikut bingung.

Terakhir kita pribadi yang gak mengetahi cara menganalisa kebenaran itu juga hanya perlu pakai nurani dengan konteks yang berbeda. Nurani yang kita pakai yaitu nurani untuk mempercayakan tanggung jawab kebenaran kepada mereka yang memberikan informasi tersebut, namun ada baiknya kita udah coba kaji ulang dulu setidaknya sampai kita jumpa titik temu yang layak untuk kita jadikan alasan untuk percaya kepada nurani tersebut. Habis, gimana lagi kan. dari pada kita dihantui perasaan kebingungan dan curiga berlebihan. Nah, trus buat apa pendekatan berfikir yang sebelumnya? Ya, buat ngelatih supaya lebih jeli aja. Tapi begitupun aku pribadi dengan keadaan yang terkesan pasrah seperti itu masih penasaran tentang menggapai kebenaran yang sebenarnya. Kalau menurut teman-teman bagaimana? Sori jadi nanya balik, mungkin kalo ada yang ngasi buah pikirannya bisa meminimalisir ketimpangan cara berfikirku kalau sekiranya ini dirasa timpang. Mungkin dengan berdiskusi kita lebih mudah lagi menemukan solusi.

Silahkan klik link berikut untuk membaca artikel menarik terkait bahasan ini.

Salam Sahabat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun