Mohon tunggu...
Yermia Riezky
Yermia Riezky Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis dan fotografer lepas berdomisili di Makassar.

www.kreatifmenulis.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jurnalis Jago Nulis? Belum Tentu

31 Agustus 2012   18:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:04 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menulis (sumber:http://archive.psfk.com/2009/07/thoughts-on-the-future-of-journalism-from-the-purple-list.html)

[caption id="" align="aligncenter" width="525" caption="Ilustrasi Menulis (sumber:http://archive.psfk.com/2009/07/thoughts-on-the-future-of-journalism-from-the-purple-list.html)"][/caption]

Menulis adalah makanan sehari-hari jurnalis media cetak. Entah itu majalah, tabloid, atau koran. Selain itu ada juga wartawan media online seperti www.kompas.com yang tetap harus ahli menyampaikan kata-kata secara terstruktur agar informasi dapat tersampaikan dengan jelas pada pembaca.

Namun, dengan keahlian para jurnalis menulis berbagai reportase, apakah otomatis mereka mampu menjadi penulis esay, opini, atau blogger? Belum tentu.

Setahun saya menggeluti dunia jurnalistik, khususnya di daerah, cukup minim jumlah wartawan yang memiliki blog pribadi. Apalagi tulisan mereka dimuat dalam bentuk opini di berbagai media nasional. (untuk tulisan opini, jelas status mereka bkan sebagai wartawan tetapi sebagai rakyat biasa atau pengamat).

Kebanyakan wartawan memang fasih merangkai kata saat menuliskan reportase. Data dan fakta di lapangan, baik pandangan mata atau wawancara diramu dengan baik. Berpikir sebentar menentukan angle/sudut pandang berita, langsung tulis. Kalau mingguan atau bulanan, mungkin waktu berpikirnya lebih panjang ketimbang wartawan harian atau online.

Namun, saat dihadapkan pada kolom, opini, atau blog, tidak sedikit jurnalis kebingungan. Karena wadah ini merupakan sarana menuangkan ide orisinil. Studi kasus memang banyak diambil dari kejadian-kejadian nyata, namun dalam media itu, tak sekedar fakta lapangan yang dirangkai dalam tulisan. Lebih dari itu, sebuah atau beberapa gagasan dalam satu tulisan.

Saya pernah berbincang dengan William Aipipidely, teman yang penulis buku pengembangan masyarakat, biografi, serta berbagai opini di media massa, soal sulitnya wartawan menyalurkan gagasan lewat tulisan. Willy, panggilannya sempat enam tahun berkarir sebagai wartawan di tabloid Go dan Majalah Bahana.

Dalam pandangannya, ia membagi penulisan itu dengan sistem pangkat. “Kalau masih tulis straight news (berita lugas) itu masih tingkat sersan. Kalau sudah menulis feature itu kapten. Bisa menulis opini itu kolonel. Kalau menulis buku, itu sudah jendral namanya,” kata Willy.

Kata –kata itu terus membekas dalam pikiran saya. Hal itu juga senada dengan yang diungkapkan salah satu pendiri Kompas, Jacob Oetama. Jacob selalu bilang, warisan utama seorang wartawan adalah buku. Itulah puncak dari penulisan sebuah atau kumpulan gagasan seseorang (wartawan).

Saya sendiri sempat beberapa kali menuliskan opini saya dan dimuat di Tabloid Bola. Sampai saat ini hanya di situ karena salah olahraga, khususnya sepakbola adalah satu bidang yang paling saya kuasai. Lebih dari itu, masih belajar.

Dari situ saya belajar, menuliskan gagasan memang harus dimulai dari apa yang paling kita sukai. Terutama kegelisahan yang muncul karena ada hal yang membuat sesuatu yang kita sukai berbeda dari biasanya. Itulah yang dibahas.

Meski banyak wartawan yang menulis sebagai hasil reportase lapangan, sebagai tanggung jawabnya yang telah digaji oleh kantor media tempatnya bekerja, cukup banyak juga yang rajin menuliskan kolom. Contohnya di bola dan kompas, baik reporter yang belum bekerja selama lima tahun sampai wartawan senior pun menuliskan kolom. Beberapa juga telah menerbitkn buku. Contohnya mantan wartawan Kompas yang sekarang Pemimpin Redaksi majalah Basis, Sindhunata, mantan Kompsd lainnya, Julius Pur, wartawan Bola Yudhi Febiana, wartawan TEMPO Gunawan Muhammad atau Leila S.Chudori, dan wartawan senior lain. (Rosihan Anwarcontohnya). Dua wartawan KOMPAS, Wisnu Nugroho (Inu) dan Mh Samsul Hadi juga memilki blog Kompasiana. Siapa tak kenal Inu, yang kumpulan ceritanya di Kompasiana kemudian dibukukan menjadi kumpulan seri SBY dan JK?

[caption id="" align="aligncenter" width="558" caption="Pak Beye dan Istananya karya Wisnu Nugroho (sumber:http://stat.kompasiana.com/files/2010/08/pakbeyedanistananya.jpg)"][/caption]

Dalam tulisan ini, sebagai seorang jurnalis, saya pun merenungkan, bahwa seorang jurnalis tak boleh sombong jika berita yang ditulisnya tergolong ‘bagus’ dan jadi buah bibir masyarakat. Namun, keinginan untuk terus belajar dan kerendahan hati untuk terus belajar menuliskan gagasan harus selalu ditumbuhkan. Sambil berdoa, tulisan itu dapat memberikan sumbangsih bagi kehidupan umat manusia.

Salam,

Kuli Tinta.

Juga ngeblog di, http://rasakehidupan.wordpress.com/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun