Mohon tunggu...
Eko Triyanto
Eko Triyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Sejarah

Penjaga akun twitter @ekosangpencerah, bercita-cita punya perpustakaan buku-buku lawas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tamu Negara Pertama Pasca Indonesia Merdeka

8 Desember 2019   03:00 Diperbarui: 8 Desember 2019   03:11 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan kemerdekaan. Sebab Belanda tidak serta-merta mau mengakui kemerdekaan itu, apalagi angkat kaki dari Bumi Pertiwi. 

Dengan segala upaya, Belanda berusaha agar dunia internasional diam, dan tidak mengakui tekad Bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan. Namun berita itu kadung menyebar, awalnya melalui radio Hoso Kyoku di Jakarta yang dikelola Jepang.

Adalah Joesoef Ronodipoero yang mengabarkan perilah proklamasi kemerdekaan itu ke seluruh dunia melalui siaran internasional dengan mengelabuhi para tentara Jepang yang saat itu menjaga stasiun dengan ketat. Joesoef mengetahui kabar kemerdekaan Indonesia melalui seorang bernama Syahrudin yang diutus Adam Malik untuk menyampaikan catatan tentang proklamasi. Malam harinya, kabar itu disiarkan ke penjuru dunia. Termasuk dengan terjemah dalam Bahasas Inggris sehingga duni internasional tahu. Atas langkah nekat ini, Joesoef dan kawan-kawan mendapat siksaan fisik dari tentara Jepang.

Meski sudah tersiar ke berbagai negara, namun dukungan internasional masih sulit didapat. Belanda bersama sekutunya melakukan berbagai upaya agar dunia tetap diam. Hingga pada bulan Desember 1946, sebuah surat kabar mengangkat berita utama tentang dukungan Liga Arab atas kemerdekaan Indonesia.

Kabar ini membuat Belanda meradang. Bersama sekutunya, terutama Inggris, Belanda lantas melakukan pencekalan terhadap sejumlah delegasi yang akan menuju Indonesia. Semula presiden Liga Arab, Azzam Pasya yang akan berangkat ke Indonesia, namun ia dicekal.

Liga Arab tidak kehilangan akal, mereka memilih utusan yang berlokasi paling dekat dengan Indonesia. Pilihan jatuh kepada Konsulat Jenderal Mesir yang berada di Bombay, India, Muhammad Abdul Mu'im. Tetapi itu juga bukan merupakan langkah mudah, sebab blokade udara juga diterapkan oleh Belanda. Penerbangan langsung ke Indonesia tidak memungkinkan. Maka Abdul Mu'im terlebih dahulu melakukan penerbangan melalui Singapura. Dalam izin yang diajukan, ia beralasan untuk melakukan perburuan binatang buas. Maka dengan pesawat sewaan jenis Dacota ia memulai perjalanan menyisir wilayah yang diblokade Inggris dan Belanda. Abdul Mu'im tiba di Singapura pada akhir  Februari 1947.

Kini tinggal selangkah lagi menuju Indonesia. Namun ini tidak kalah rumit, sulit menemukan cara keluar dari Singapura. Atas saran seorang yang bersimpati kepada Indonesia, ia lalu menyewa pesawat Filipinan dengan biaya sangat mahal, 10.000 dolar. Untunglah tarif itu bisa ditawar dengan janji akan dibayar setelah pesawat kembali dari Indonesia, sebagai penjamin Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan Pemerintah Mesir yang akan membayarnya.

Selain membawa surat dukungan Liga Arab yang harus disampaikan kepada Soekarno - Hatta, Liga Arab juga menugaskan Abdul Mu'im untuk mengupayakan suplai senjata. Pesawat mengudara, meski berusaha secara sembunyi namun tetap terdeteksi pasukan Belanda. Pesawat Dakota yang ditumpangi Abdul Mu'im dikejar pesawat Belanda dan dipaksa turun di Jakarta. Beruntung, pilot Dakota yang sudah terlatih bisa meloloskan diri. Pesawat tiba di Bandara Maguwoharjo Yogyakarta Jumat 14 Maret 1947.

Kedatangan Abdul Mu'im membuat pejabat Indonesia kelimpungan, pasalnya ini adalah kali pertama Indonesia kedatangan tamu negara setelah Kemerdekaan. Apalagi Abdul Mu'im langsung menuju istana, tanpa menunggu kesiapan penyambutan secara kenegaraan. HM. Rasyidi yang pernah belajar di Mesir kemudian ditugaskan untuk melayani kebutuhan sang tamu negara pertama itu. Abdul Mu'im juga berkesempatan menunaikan shalat Jumat di Masjid Gedhe Kauman bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan para menteri. Abdul Mu'im merasa terharu karena mendapat sambutan luar biasa dari rakyat Indonesia.

Secara resmi, Abdul Mu'im baru diterima oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta pada Sabtu 15 Maret 1947. Dalam kesempatan tersebut Mu'im membacakan surat dari Liga Arab. 

Dalam surat tersebut dinyatakan Liga Arab telah membuat keputusan pada 18 November 1946 yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Mu'im menyebut ada tujuh negara yang mengakui kemerdekaan itu yakni, Mesir, Irak, Suriah, Libanon, Saudi Arabia, Yordania dan Yaman. 

Ini merupakan pengakuan penting yang kian menguatkan perjuangan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun