Mohon tunggu...
Eko Rohmadiyanto
Eko Rohmadiyanto Mohon Tunggu... Guru - Ingin belajar tentang banyak hal baru dan menarik.

Guru PPKn SMP Negeri 2 Saronggi. Pernah belajar di IKIP Yogyakarta (1991-1996) sekarang UNY. Suka dunia Internet/digital. Blogger di www.ppknsmpn2saronggi.my.id dan www.majalahsmpn2saronggi.online

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Generasi dan Virus

21 Maret 2021   12:11 Diperbarui: 21 Maret 2021   15:49 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ldfebui.org

Semua ada jamannya, setiap generasi punya jaman masing-masing. Ya, ungkapan itu sudah jamak kita dengar. Tidak adil membandingkan kesuksesan satu generasi dengan generasi yang lainnya karena setiap generasi punya karakteristik dan tantangan masing-masing.

Dalam teori generasi (Generation Theory) yang dikemukakan Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall, Penguin, (2004) dibedakan 5 generasi manusia berdasarkan tahun kelahirannya, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964; (2) Generasi X, lahir 1965-1980; (3) Generasi Y, lahir 1981-1994, sering disebut generasi millennial; (4) Generasi Z, lahir 1995-2010 (disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi Internet). DAN (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Kelima generasi tersebut memiliki perbedaan pertumbuh kembangan kepribadian, tantangan, dan kondisi.

Kita tidak membicarakan secara spesifik macam generasi tersebut, tapi akan fokus mencoba melihat efek tambahan dari generasi yang hidup dan merasakan efek mewabahnya virus corona di akhir tahun 2019 hingga 2021 saat tulisan ini dibuat.

Bagi yang belum pernah merasakan bahkan mendengarpun belum, tentu terheran plus terperangah akan hadirnya wabah penyakit yang hadir saat ini. Kenapa di jaman yang begitu canggih, di saat teknologi kedokteran dan kesehatan sudah begitu maju yang berefek positif terhadap kualitas dan harapan hidup manusia. Ternyata dunia kedokteran "kalah", tidak berkutik, dan tidak segera bisa memberi pelayanan kesehatan kuratif yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit.

Sebenarnya wabah bukan hal baru dalam kehidupan manusia di dunia, bahkan ada yang mengidentifikasikan sebagai siklus 100 tahunan. Di dunia di tahun 1720 pernah terjadi wabah The Great Plague of Marseille, Kolera (tahun 1820) yang bahkan pernah menjangkit hingga kawasan Asia termasuk Indonesia (Hindia Belanda kala itu). Di tahun 1920 ada Spanish Flu seperti di kutip dari laman (https://m.liputan6.com/cek-fakta/read/4224034/cek-fakta-wabah-muncul-tiap-abad-pada-1720-1820-1920-dan-2020). Meski secara deret ukur angka tahun kemunculannya tidak seluruhnya benar, tapi keberadaan virus-virus tersebut nyata adanya. Dan di akhir 2019 muncul wabah baru yang diakibatkan oleh munculnya virus corona (covid19) yang pertama kali ditemukan di Wuhan, sebuah kota/ibu kota provinsi Hubei, Tiongkok.

Meski tidak semewabah covid19, generasi yang hidup di abad 20 juga akrab dengan HIV/ AIDS (1976 hingga sekarang), Hong Kong Flu atau H3N2 (1968-1970), SARS (2002-2003), dan Ebola (2014-2016).

Jadi kapanpun dan dimanapun, kemungkinan timbulnya jenis penyakit baru akan selalu ada di setiap generasi. Selain sebagai memang SUNATULLAH bisa jadi juga sebagai penjelasan bahwa manusia hidup di dunia ini tidak sendirian tapi hidup dalam satu ekosistem. Hal baru dan tidak terduga yang berefek negatif bisa jadi karena ulah manusia itu sendiri. Padahal seharusnya manusia menjadi makhluk yang dominan untuk menjaga keseimbangan ekosistem karena memiliki kemampuan berpikir yang lebih tinggi dari mahluk lain di dunia.

Adapula tokoh lama yang berpendapat bahwa wabah penyakit merupakan bagian dari seleksi alam untuk membatasi jumlah populasi manusia yang tidak seimbang dengan kemampuan alam untuk menyediakan jumlah makanan, selain perang dan bencana alam (An Essay on the Principle of Population as it Affects the Future Improvement of Society.Thomas Malthus, 1798)

Bagaimana generasi sekarang dalam menghadapi wabah Covid-19? Sebagai mahluk Tuhan manusia beri kemampuan lebih dari yang lain yaitu kemampuan beradaptasi sehingga mampu survive atau bertahan di berbagai keadaan (meski tidak semuanya hehe).

Kemampuan beradaptasi itu akan muncul beriringan dengan daya inovasi. Manusia akan selalu berikhtiar dan dituntut berpikir positif, dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan peradaban yang sudah dimilikinya untuk melawan wabah Covid-19 baik dengan cara-cara preventif/persuasif dan kuratif.

Sebagai bagian dari kemampuan beradaptasi, manusia juga akan selalu bersyukur dan mengambil pelajaran/hikmah dari setiap kejadian atau keadaan. Seperti merubah pola pikir, gaya hidup yang lebih baik, kesadaran akan kebersihan dan kesehatan, menurunnya emisi karbon. Bahkan di dunia pendidikan terjadi lompatan yang signifikan dalam hal penggunaan teknologi. Yang apabila tidak ada wabah mungkin baru akan terjadi 5 atau 10 tahun ke depan. Digitalisasi dan berbagai aplikasi yang mendukung dan memudahkan aktivitas pembelajaran mulai akrab dan familiar digunakan meski dengan "terpaksa". Tapi setidaknya telah terjadi kemajuan penggunaan teknologi di bidang pendidikan, yang tanpa pandemi penggunaannya tidak akan semasive seperti sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun